"Sudah makan malam?" "Hati-hati barang bawaan." "Share loc, ya?"Â
"Istirahat, ya." "Awas, jangan ketiduran." Lho, gimana,sih? Disuruh istirahat tapi dilarang ketiduran.
"Jangan sampai kelewatan Stasiun Senen, ya." Lha, Stasiun Senen kan perhentian terakhir.
Yah, begitulah. Namanya juga orangtua cemas melepas anak belajar mandiri jalan malam. Kalau kamu tak cemas, berarti kamu dari bilangan yang terbiasa meliarkan anak di malam hari.
Tepat pukul 00.00 WIB -- itu tengah malam, lho -- Poltak dan Berta berangkat dari Gang Sapi menuju Stasiun Senen Jakarta. Â Hujan rintik-rintik membasahi Jakarta. Â Jalanan lancar tanpa macet sedetik pun. Â
"Kita layak berterimakasih kepada Pak Anies atas jalan yang bebas kemacetan ini," kata Poltak pada istrinya. Iyalah, hal baik harus disyukuri.
"Jangan ngebut. Jalanan terlalu lancar. Nanti terlalu cepat kita tiba di Stasiun Senen," kata Berta.
Mobil sudah dipacu selambat mungkin tapi Poltak dan Berta masih terlalu cepat tiba di Stasiun Senen. Â Mobil masuk parkiran stasiun tepat pukul 00.45 WIB. Masih harus menunggu 45 menit lagi.
Tiurma sudah share loc sejak dari Cikarang. Berta dan Poltak sibuk memantau pergerakan kereta api Jayabaya. Di handphone masing-masing, tentu saja.
"Ini kereta jalannya kok lelet, ya," protes Berta.
"Gak, apa-apalah. Yang penting dia masih di atas rel," kata Poltak tak menjawab protes. Sebab protes tak perlu dijawab.Â