Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Poltak #095] Mimpi-Mimpi Indah Seusai Darmawisata

13 Juli 2022   07:27 Diperbarui: 13 Juli 2022   22:11 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kolase foto oleh FT (Foto: kompas.com/dok. istimewa)

Darmawisata menjadi pengalaman terindah yang mengantar murid-murid kelas enam SD Hutabolon ke dalam tidur berhiaskan mimpi-mimpi indah.

Berta bermimpi berdiri di geladak haluan kapal di Danau Toba. Tiba-tiba sebuah ombak besar menerpa lambung kanan kapal.  Berta terlontar ke samping kiri hendak jatuh ke air danau. Mendadak sepasang tangan kekar merengkuh pinggangnya. Dia menoleh ke belakang. Ada Poltak sedang memeluknya sambil tersenyum tipis.

Poltak bermimpi sedang mengejar Berta di sebuah padang  rumput luas di tepi pantai Danau Toba. Tiba-tiba Berta berubah menjadi seekor kupu-kupu cantik dan terbang ke udara. Poltak berubah juga menjadi seekor kupu-kupu. Dia terbang mengejar  kupu-kupu cantik itu.

Jonder bermimpi menjadi Panglima Guru Meraji. Dia memimpin pasukan Kampung Sorpea berperang dengan pasukan Kampung Panatapan pimpinan Poltak. Saat berhadap-hadapan di sebuah bukit, Jonder dan pasukannya tiba-tiba buka celana pamer "burung". Akibatnya Poltak dan pasukannya berbalik lari tunggang-langgang ketakutan.  

Setelah bermimpi menjadi kupu-kupu bersama Berta, Poltak juga bermimpi menjadi panglima perang. Dia memimpin pasukan Kampung Panatapan, termasuk Binsar dan Bistok, berperang melawan pasukan Kampung Sorpea pimpinan Jonder di gigir Pea Ganjang. 

Kedua pasukan melancarkan strategi serupa, sama-sama meloloskan pakaian sampai telanjang bulat.

Anehnya, tidak ada pasukan yang lari tunggang-langgang ketakutan. Kedua pasukan malah terjun ke Pea Ganjang, lalu berlomba berenang menaklukkan lebar pea, danau kecil, itu. 

Pemenang lomba renang itu tidak sempat diketahui. Sebab, di tengah pea, Poltak merasa ada sesuatu yang menggigit selangkangannya. Saat meraba selangkangan, jari-jari Poltak menyentuh sesuatu yang lembek dan licin menempel di sana. Dia mencopot benda itu dan mengangkatnya ke permukaan air.

"Lintah!" Poltak berteriak keras. Bersamaan dengan itu, dia terbangun. Ayam jantan sedang berkokok pada kali kedua. 

"Mimpi apa kau, Poltak," tanya ompungnya yang sudah lebih dulu bangun untuk memasak sarapan. 

"Mimpi digigit lintah, Ompung."

"Makanya, jangan suka berenang di pea atau tebat."

Alogo juga tidak mau ketinggalan bermimpi pada malam itu. Dia bermimpi sedang bernyanyi merayu Tiur di atas atap sebuah kapal di tengah Danau Toba. Tapi Tiur tiba-tiba melompat ke danau dan berubah menjadi seekor ikan mas besar. Alogo juga ikut terjun ke danau dan berubah menjadi ikan mas. Mereka berkejaran di air danau.

Tiur juga bermimpi. Dia bermimpi bertemu Alogo yang sedang menuntun kerbaunya di tepi Danau Toba. Tiba-tiba Alogo mengangkat dirinya dan mendudukkannya di punggung kerbau itu. Lalu mereka berjalan pulang ke sebuah rumah yang ditunggui Poltak dan Berta. 

Murid- murid yang lain juga bermimpi indah dalam tidur mereka. Tapi tidak perlu diceritakan sekarang di sini.

Guru Arsenius juga bermimpi dan itu perlu diungkapkan. Dalam mimpinya Guru Arsenius menjadi seorang pendeta yang sedang menikahkan Berta dan Poltak di sebuah gereja yang besar dan indah. Upacara itu dihadiri semua murid kelas enam SD Hutabolon.

"Poltak, apakah kau bersedia menerima Berta menjadi istrimu dalam suka dan duka?"

"Ya, saya bersedia."

"Berta, apakah kau bersedia menerima Poltak menjadi suamimu dalam suka dan duka?"

"Ya, saya bersedia."

"Hei! Pernikahan ini tidak boleh terjadi! Poltak dan Berta masih anak-anak!" Terdengar suara keras dari langit-langit di atas altar gereja. 

Guru Arsenius, calon pengantin, dan hadirin terkejut dan spontan menoleh ke atas. Di sana ada Guru Gayus sedang memperbaiki eternit yang rusak.

"Mimpi yang aneh," bisik Guru Arsenius yang terbangun dari tidurnya. 

"Siapa yang aneh?" tanya istrinya yang ikut terbangun. 

"Guru Gayus."

Malam cepat berlalu, pagi cepat datang. Mimpi-mimpi indah tersimpan rapi di relung memori. Rutinitas datang tak kenal telat.

"Selamat pagi, anak-anak." Guru Arsenius menyapa murid-muridnya yang pagi itu tampak bersemangat. Buah baik darmawisata.

"Tadi malam tidur nyenyak?"

"Nyenyak, Gurunami."

"Mimpi indah?"

"Indah, Gurunami."

 "Baguslah kalau begitu. Poltak, maju ke depan. Ceritakan apa mimpimu tadi malam."

"Matilah aku." Poltak tiba-tiba berkeringat dingin. "Akan bagaimanalah ceritaku," bisiknya dalam hati.

Poltak sangat malu kalau harus menceritakan mimpinya menjadi kupu-kupu bersama Berta di tepian Danau Toba. Masa calon pastor mimpinya romantis begitu.

"Santabi, Gurunami. Mimpi itu, kan rahasia pribadi. Janganlah dibuka, Gurunami." Poltak pada akhirnya merasa menemukan alasan untuk menghindari tugas penceritaan mimpi.

"Bah, pandai pula kau berkelit, Poltak."

Seisi kelas terdiam. Khawatir kalau-kalau Guru Arsenius marah karena Poltak menolak perintahnya.

"Baiklah kalau begitu. Tak usah cerita di depan kelas. Semua, ambil secarik kertas. Tulis, ceritakan mimpimu tadi malam. Ini ulangan mengarang, Bahasa Indonesia. Pak Guru ambil nilainya." 

Murid-murid melepas napas lega. Tak perlu membuka rahasia pribadi di depan kelas. Guru Arsenius memang penuh pengertian.

"Ya, kalau aku diminta anak-anak ini menceritakan mimpiku tadi malam, akan bagaimana pula ceritaku?" pikir Guru Arsenius sambil tersenyum-senyum.

"Mimpi apa?" komat-kamit mulut Poltak kepada Berta yang kebetulan menoleh ke arahnya.

"Rahasia," balas Berta komat-kamit sambil meleletkan lidah. 

"Apa pula yang perlu dirahasiakan. Kejadian siang datang ke dalsm mimpi malam." Poltak membatin.

Satu jam lewat sudah.

"Anak-anak, kumpulkan karangan kalian ke depan. Serahkan sendiri-sendiri ke Pak Guru." Itu cara Guru Arsenius mencegah anak yang satu membaca karangan anak yang lain. Soalnya, itu rahasia pribadi.

"Gurunami, apakah Gurunami bermimpi indah juga tadi malam?" tanya Poltak setelah semua karangan terkumpul.

"Bah, itu rahasia Pak Gurulah, Poltak," balas Guru Arsenius. Skor satu satu. (Bersambung)

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun