Atau mungkin keluarga belum menerima kematian anggotanya, karena antara almarhum dan anggota keluarga tidak ada komunikasi sebelumnya? Hal ini bisa terjadi pada kasus-kasus kematian tak terduga karena kecelakaan, bencana,dan pembunuhan.Â
Tapi bahkan pada kasus-kasus  tak terdugs sebenarnya ada firasat.  Hanya saja, kerap firasat baru disadari setelah seseorang meninggal dunia.
Jika momen kematian adalah tindakan sosial, dalam arti aksi yang ditujukan kepada anggota keluarga, maka respon anggota keluarga adalah reaksi sosial. Â
Reaksi sosial anggota keluarga terhadap aksi sosial kematian, sebagai peristiwa interaksi sosial terakhir, juga merupakan tindakan sosial terakhir. Â Karena itu senantiasa diupayakan memberi respon terbaik, berupa upacara pemakaman terbaik, dengan harapan almarhum dapat beristirahat dalam damai.
Hal terakhir ini menjadi dasar bagi kehadiran pranata sosial jasa pemulasaraan. Â Ini jenis jasa yang menyediakan paket-paket pemakaman, mulai dari "kelas rakyat" sampai "kelas elite". Tinggal pilih sesuai kemampuan.
Momen kematian barangkali adalah tindakan sosial yang tak hendak dipikirkan individu. Jika masih sehat, orang tidak nyaman ditanya kapan, di mana, apa alasan, dan bagaimana caranya kelak mati. Sampai kemudian dia dihadapkan pada suatu momen "indikasi menjelang ajal". Â Entah karena sakit keras, menua, dan sebab lainnya. Â
Tapi mengingat kematian adalah tindakan sosial terakhir bagi setiap individu, ada baiknya kita membangun motif sosial untuk kematian kita kelak. Â Apakah motif instrumental, nilai, afektif, atau tradisi? Â
Pilihan atas motif itu akan menjadi acuan bagi anggota keluarga dan handai-taulan untuk merespon kematian kita dengan tindakan upacara pemakaman terbaik.Â
Jika kita merencanakan kematian dengan baik, maka kita akan mengalaminya sebagai interaksi kasih terbaik di akhir hidup kita. Tidak ada yang lebih baik dan lebih indah dari kematian di tengah limpahan kasih keluarga. (eFTe)
Â
Â