Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Life Hack Pilihan

Vonis Plagiat dan Turun Status di Kompasiana

20 Mei 2022   16:47 Diperbarui: 20 Mei 2022   19:44 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah percakapan antara dua orang kompasianer lansia:  

Merza Gamal: "Mantap punya Engkong Felix."

Felix Tani: "Punya Engkong biasa-biasa aja, Mas Merza."

Merza Gamal: "Hehehe."

Percakapan bernuansa witty itu terjadi di kolom komentar pada artikel Felix Tani, "Madam Pang Dicuekin Shin Tae-yong" (K. 19/5/2012).

Saat membaca kembali percakapan itu,  saya tiba-tiba tersadar akan utang satu artikel tentang vonis plagiat dan sanksi turun status di Kompasiana

Pemicunya adalah percakapan lain dalam kolom komentar satu artikel lama yang saya sudah lupa judulnya.  Artikel humor tentang kesetiaan kompasianer Ari Budiyanti menyandang "centang hijau".

"Kalau saya, malah turun ke centang hijau." Komentar Mas Merza ini membuat saya tersentak. Tak sadar bahwa  dia mendadak turun status dari "centang biru" ke "centang hijau".

"Lha, kok bisa? Terkait plagiat?"

"Ya, tiga artikel saya dihapus Admin karena terindikasi sebagai plagiat," terang Mas Merza.

Ya, saya ingat. Mas Merza pernah menceritakan itu di artikel "Jangan Kutip Hadis Panjang, Nanti Artikelmu akan Di-Take Down" (K. 16/5/2022).  Dia menyebut tiga artikelnya telah dihapus Admin.  Dua di antaranya artikel edisi Ramadhan yang mengutip sejumlah hadis.

Nah, kutipan hadis itu rupanya melebihi pagu 25 persen.  Akibatnya mesin Kompasiana mengidentifikasinya sebagai artikel plagiat. Lalu langsung dihapus.

Agak aneh sebenarnya. Teks Kitab Suci itu kan termasuk milik umum. Mestinya gak kena pasal plagiat.

Mas Merza mengeluh.  Soalnya hadis kan gak bisa parafrase. Harus dikutip utuh. Jadi harus bagaimana, dong?

Pengalaman Mas Merza mengingatkan saya pada kasus kompasianer Ronny R. Noor. Artikelnya dihapus Admin karena memuat lebih dari 25 persen kutipan langsung dari kamus.  Sesuatu yang tak bisa dihindari karena arti kata dalam kamus tak boleh diparafrase.

Tapi akibatnya artikel Mas Ronny juga diidentifikasi sebagai plagiat. Karena itu, otomatis dihapus mesin Kompasiana. Beruntung itu kejadian pertama, sehingga status "centang biru" Mas Ronny aman.

Ada yang lebih parah. Kompasianer Erenzh Pulalo, spesialis artikel Persipura.  Dia bukan hanya turun status.  Tapi akun Kompasiana miliknya kena banned.  Gara-gara teridentifikasi swaplagiat, menerbitkan ulang di Kompasiana artikel yang telah dipublikasi di media lain.

Saya sepenuhnya mendukung Admin memerangi plagiarisme di Kompasiana. Plagiat adalah kejahatan hak cipta. Tak ada toleransi untuknya.

Saya juga paham pilihan Admin menggunakan mesin, aplikasi antiplagiat, untuk mengidentifikasi dan menghapus artikel-artikel plagiat.  Selain memudahkan proses, aplikasi itu juga netral, sehingga tak pilih kasih.

Terbukti Mas Merza dan Mas Ronny, dua orang kompasianer senior, akademisi yang sangat paham soal plagiat, telah menjadi "korban" aplikasi itu.

Tapi saya heran juga.  Dulu Admin pernah meloloskan satu puisi plagiat 100 persen karya Sapardi Djoko Damono untuk beberapa lama. Kasus itu telah memicu kritik keras saya kepada Admin, karena artikel pelaporan saya tentang plagiat itu "dihukum" copot label "pilihan".

Bagaimanapun, kita kompasianer dan Admin harus bahu-membahu memerangi plagiarisme.  

Untuk itu saya ingin menyampaikan sedikit saran. Tanpa maksud menyalahkan Mas Merza, juga Mas Ronny dan Bung Erenzh yang telah melakukan "plagiasi taksadar" (unconscious plagiarism). Juga tak menyalahkan Admin yang terlalu percaya pada mesin antiplagiat. 

Pertama, untuk sesama kompasianer, termasuk diriku sendiri, tip sederhana berikut mungkin bisa mencegah artikel plagiat: 

  • Jika harus mengutip teks yang sifatnya takbisa diubah, seperti ayat Kitab Suci dan lema Kamus/Ensiklopedi, maka kutiplah sesedikit mungkin. Cukup satu atau dua yang paling penting saja.
  • Jika harus mengutip cukup banyak, semisal perbandingan arti istilah antar kamus/ensiklopedi, sebaiknya tidak disajikan dalam format teks tapi format tabel komparasi. Pada tabel semacam itu, "kutipan langsung" otomatis berubah menjadi data.
  • Jika suatu kutipan bisa diparafrase, semisal kutipan dari ensiklopedi (termasuk Wikipedia) dan buku/artikel, maka lakukanlah parafrase -- tulis ulang secara ringkas dengan kata-kata sendiri.

Kedua, untuk Admin Kompasiana, izinkan saya memberi sedikit masukan:

  • Tolong revisi kriteria plagiat pada "Ketentuan Konten" dengan memasukkan swaplagiat (self-plagiarism) sebagai salah satu bentuk plagiasi.
  • Tolong ditinjau-ulang sanksi untuk kasus plagiat.  Sanksi banned akun misalnya dikenakan pada kompasianer yang menayangkan 5 atau lebih artikel plagiat.  Sanksi turun status jika menayangkan 3-4 artikel plagiat. Dan sanksi peringatan keras jika menayangkan 1-2 artikel plagiat. 
  • Secara khusus, sanksi turun status semisal dari centang biru ke hijau, perlu diberi penjelasan kriteria pemulihan status. Sebagai contoh, jika seorang kompasianer turun status karena kasus "plagiat taksadar", semisal pengutipan wajib presisi dari Kitab Suci dan kamus/ensiklopedi, maka statusnya bisa dipulihkan setelah 20 judul artikel berturut-turut tidak mengulangi kesalahan yang sama.
  • Jangan terlalu percaya sepenuhnya pada aplikasi antiplagiat.  Admin harus mengenali kompasianer sehingga bisa cepat memeriksa ulang apakah benar, misalnya, kompasianer yang punya integritas tinggi sebagai akademisi seperti Mas Ronny dan Mas Merza menulis artikel plagiat?

Saya tak hendak menyimpulkan apapun. Hanya berharap agar Admin dan kompasianer sama-sama punya kesadaran tinggi untuk memerangi plagiat.  

Untuk itu, komunikasi non-masinal antara Admin dan kompasianer tolong ditingkatkan. Kita bukan robot-robot, tapi individu-individu manusia berjiwa yang memerlukan komunikasi "person to person" untuk tiba pada kesepahaman.  Khususnya, tapi tak terbatas, pada urusan plagiat ini.

Horas jala gabe! (eFTe)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Life Hack Selengkapnya
Lihat Life Hack Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun