Keluarga mendiang mungkin berpikir soal efisiensi dalam ekonomi kuburan. Biaya "rumput" Rp 1.4 juta per 6 tahun. Biaya perawatan rumput nol rupiah, atau mungkin bayar perawat karpet Rp 300,000 per makam. Harganya setengah tarif normal, karena tak perlu menyiram dan menggunting rumput.
Dari segi efisiensi ekonomi kuburan, pilihan atas karpet rumput sintetis itu memang rasional.Â
Tapi lebih dari sekadar soal ekonomi, kuburan adalah persoalan ekologis. Itu yang perlu dipahami bersama.
Dari sisi ekologis, penggunaan rumput sintetis itu berpotensi merugikan masyarakat. Sekurangnya menyebabkan pengurangan luas bidang resapan air dan, sekaligus juga, peningkatan risiko banjir di hilir area pemakaman.
Juga akan menyebabkan penurunan serapan karbonmonoksida di kuburan dan, sekaligus juga, peningkatan ekstrim suhu udara sekitar.
Saya akan coba jelaskan kait-mengaitnya secara sederhana.
Risiko Bencana Ekologis: Banjir dan PemanasanÂ
Areal pemakaman kota itu termasuk kategori sabuk hijau atau ruang terbuka hijau. Artinya pekuburan, selain berfungsi sebagai "rumah terakhir manusia", juga berfungsi sebagai area resapan air dan paru-paru kota.
Itu dua fungsi ekologis utama pemakaman. Sebagai area resapan air, dia menyerap air hujan sehingga tak menjadi aliran permukaan yang mengakumulasi banjir ke hilirnya.
Sebagai paru-paru kota dia menyerap polutan udara, khususnya karbon monoksida. Itu membantu penyediaan udara bersih dan segar untuk warga kota.Â