Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Air Keruh Membersihkan

18 April 2022   10:48 Diperbarui: 18 April 2022   12:30 619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi air sawah keruh (Foto: pixabay.com via bri.co.id) 

Itu bukan kebiasaan kakekku saja. Semua warga kampung Panatapan, kampungku -- juga kampung Poltak kalau kamu mendadak ingat anak badung ini -- melakukannya.

Bayangkan peristiwa jamak ini. Sewaktu musim tanam padi, para penandur lazim makan siang di tengah sawah, duduk di pematang. Kamu tahu cuci tangannya di mana? Ya, di air sawah yang keruh di dekat kakinya.

Jorok? Itu katamu. Kata orang-orang di kampungku, juga kataku sebagai salah seorang pelaku, aek na litok paiashon.

Oh, ya, jangan kamu pikir air sawah di Panatapan itu semacam air selokan di Jakarta. Hitam penuh polutan dan aneka bakteri jahat, sekurangnya E. coli. 

Warga kampungku dulu tidak buang air besar di saluran air irigasi. Sebab air irigasi di sana juga untuk air minum dan mandi.

Belakangan hari, saya menyadari, ungkapan aek na litok paiashon itu tak semata bermakna harfiah. Tapi juga metaforis.

Kesadaran itu timbul saat pemilihan sintua, penatua gereja kami. Terpilih seorang lelaki paruh baya, yang kemudian disetujui pastor.

Menariknya, sewaktu proses musyawarah untuk mufakat, ada seorang umat yang keberatan, "Masa sintua kita peminum tuak?" Ditanggapi umat lain, "Siapa di antara bapak-bapak di sini yang bukan peminum tuak?"

Sudah pasti tidak ada yang tunjuk tangan. Bukan orang Batak kalau tak  minum tuak.

"Aek na litok paiashon," kata sintua lama. "Kalau syarat jadi sintua harus orang kudus, kita tak akan pernah punya sintua."

Tentu saja. Sebab semua orang kudus dalam Gereja Katolik adalah orang yang sudah mati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun