Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sai Mulak, Pulanglah Si Anak Hilang [Sebuah Renungan Paskah]

14 April 2022   06:00 Diperbarui: 14 April 2022   07:41 1388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lukisan  “The Return of The Prodigal Son” karya Rembrandt Harmenszoon van Rijn (1606 – 1669) (Sumber: via kal.or.id)

Pertobatan selalu menjadi tema pokok dalam Minggu Prapaskah umat Kristiani. Sebab wafat Yesus di kayu salib akan menjadi kesia-siaan, jika umat-Nya menolak penghapusan atas dosa-dosanya.

Di lingkungan gereja Katolik, tema itu diisi dengan pembacaan dan perenungan makna perikop "Perumpamaan Anak yang Hilang" dari Injil Lukas (15: 11 - 32). Pesan iman dalam perikop itu kemudian digenapi dengan penerimaan Sakramen Tobat atau pengakuan dosa.

"Perumpamaan Anak yang Hilang" itu perikop Injil yang sangat terkenal. Perumpamaan itu disebut juga sebagai "Perumpamaan Anak yang Durhaka", "Bapa yang Mengasihi", dan "Bapa yang Mengampuni".  

Apapun judulnya, pesan imani perumpaan itu tetap satu, yaitu kasih Tuhan yang tak pernah pudar kepada umat-Nya.  Sekotor apa pun umat-Nya bergelimang dosa. Asalkan mau rendah hati mengakui dan menyesali segala dosanya, lalu pulang kembali ke Rumah Tuhan.

Intinya Tuhan Maha Kasih dan, karena itu, Tuhan Maha Pengampun.

Dikisahkan, dari dua bersaudara dalam satu keluarga, anak bungsu meminta kepada bapaknya harta bagiannya. Lalu dia pergi meninggalkan rumah, berfoya-foya di negeri orang sampai hartanya ludes. 

Untuk bertahan hidup, anak bungsu itu akhirnya  bekerja menjadi penjaga peternakan babi.  Dia berebut makanan dengan babi-babi itu untuk mengisi perutnya.

Sampai pada satu titik waktu, dia menyadari kesalahannya, dosanya. Anak bungsu itu memutuskan pulang ke rumah bapaknya. Tak berharap diterima kembali sebagai anak. Cukuplah menjadi salah seorang upahan di ladang bapaknya.

Diluar dugaan, begitu melihat anak bungsunya pulang, bapak yang merindu dalam kasih itu menerima anak bungsunya kembali dengan pesta suka-cita. Kepada anak sulungnya yang iri hati atas pesta untuk adiknya, bapak yang baik hati itu berkata, "Kau selalu bersamaku. Milikku adalah milikmu. Kita patut bersuka-cita, karena adikmu yang hilang kini telah pulang." 

Lukisan Kembalinya Si Anak Hilang

"Perumpamaan Anak yang Hilang" itu telah menjadi salah satu sumber inspirasi bagi para seniman.  Entah itu seni lukis, seni peran, ataupun seni musik.  Baik itu seniman kelas dunia maupun kelas lokal.

Salah seorang seniman kelas dunia yang terinspirasi oleh kisah itu adalah Rembrandt Harmenszoon van Rijn (16606-1669), pelukis ternama dari Belanda.  Salah satu karya besar Rembrandt, lukisan  “The Return of The Prodigal Son”, adalah hasil interpretasinya terhadap kisah "Perumpamaan Anak yang Hilang". (Lihat foto ilustrasi artikel ini.)

Gereja Katolik Keuskupan Agung Jakarta telah menjadikan lukisan Rembrandt itu sebagai simbol penanda Tahun Suci Kerahiman Allah 2016.  Reproduksi lukisan itu dipajang di altar gereja sepanjang tahun 2016 sebagai simbol Kerahiman Allah.

Melalui lukisan itu Rembrandt telah memberikan interptetasi yang luar biasa mendalam tentang "Perumpamaan Anak yang Hilang". Lukisan itu, menurut Henri J.M. Nouwen (1932-1996), memberi gambaran yang sangat hidup tentang momen penerimaan bapak terhadap anak bungsunya yang pulang ke rumah.  Ekspresi wajahnya mencerminkan keteduhan, sekaligus kelegaan hati setelah melewati sebuah penantian yang lama. Jubahnya mengembang melambangkan kemah, tempat bernaung bagi anaknya.[1, 2]

Kedua tangan bapak yang memeluk punggung anak bungsu itu adalah simbol pelukan ayah dan ibu sekaligus.  Tangan kiri yang kekar, maskulin (animus),  adalah simbol tangan yang menguatkan dan meneguhkan. Tangan kiri itu segaris vertikal dengan kaki kanan anak bungsu yang tertutup dan sehat. 

Sedangkan tangan kanan yang halus, feminim (anima), adalah tangan yang melindungi dan menyembuhkan. Tangan kanan itu segaris vertikal dengan kaki kiri anak bungsu yang terbuka dan terluka.

Lukisan Rembrandt itu mengungkapkan secara mendalam bahwa Tuhan, Allah Bapa,  setia mengasihi dan membuka pintu Rumah-Nya bagi umat yang tersesat dalam dosa.  Tuhan Maha Rahim, Maha Pengampun terhadap segala dosa umat-Nya.  Dia tak pernah lelah merindu pertobatan dan kepulangan umat-Nya yang tersesat.  

Jadi, pilihan untuk selamat atau celaka, hidup atau mati, sepenuhnya adalah keputusan manusia sendiri.  Di mata Tuhan, semua orang sama layaknya untuk diselamatkan.  Syaratnya, manusia pendosa mau membuka hatinya untuk dijamah Tuhan, sehingga hapuslah segala dosanya.

Lagu Sai Mulak dari Tanah Batak

Lukisan Rembrandt yang mendunia itu mengingatkan saya pada satu karya seni musik lokal, sebuah lagu gereja yang digubah dan dinyanyikan khusus oleh umat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).  Lagu berjudul Sai Mulak (Pulanglah) itu, seperti lukisan Rembrandt, juga terinspirasi oleh "Perumpamaan Anak yang Hilang".  

Lirik lagu berbahasa Batak Toba itu selengkapnya adalah sebagai berikut (Buku Ende No. 173):

  1. Sai mulak, sai mulak.  Ho naung lao jalang i.
    Ai na dao ho nuaeng. Holang sian tuam.
    O parjalang ho. Mulak, mulak ma ho.
    Mulak, mulak ma ho.
  2. Sai mulak, sai mulak. Na sininta leleng.
    Sai magopu roham.  Ai godang do dosam.
    O parjalang ho. Mulak, mulak ma ho.
    Mulak, mulak ma ho.
  3. Sai mulak, sai mulak. Sian tano na dao.
    Sidangolon sambing. Do turpukmu disi.
    O parjalang ho. Mulak, mulak ma ho.
    Mulak, mulak ma ho.
  4. Sai mulak, sai mulak. Ai na sonang ma ho.
    Molo sesa dosam. Jala sabam roham
    O parjalang ho. Mulak, mulak ma ho.
    Mulak, mulak ma ho
    . [3]

Berikut terjemahan bebasnya ke dalam Bahasa Indonesia:

  1. Pulanglah, pulanglah. Kau yang telah pergi.
    Kini kau sudah jauh. Menjauh dari rahmat.
    Oh kau yang hilang. Pulang, pulanglah kau.
    Pulang, pulanglah kau.
  2. Pulanglah, pulanglah.  Kau yang lama dinanti.
    Hatimu sudah remuk. Sebab banyak dosamu.
    Oh kau yang hilang. Pulang, pulanglah kau.
    Pulang, pulanglah kau.
  3. Pulanglah, pulanglah. Dari tanah yang jauh.
    Hanya derita saja. Nasibmu di situ.
    Oh kau yang hilang. Pulang, pulanglah kau.
    Pulang, pulanglah kau.
  4. Pulanglah, pulanglah. Kau akan bahagia.
    Bila dosamu diampuni.  Dan hatimu berserah.
    Oh kau yang hilang.  Pulang, pulanglah kau.
    Pulang, pulanglah kau.

Saya seorang Katolik, tapi terbilang akrab dengan lagu gereja HKBP ini. Soalnya sewaktu SD di Tanah Batak, ritual nyanyian dan doa pagi selalu menggunakan nyanyian dan doa gereja HKBP.

Dulu, karena pemahaman yang dangkal, saya menafsir lagu "Sai Mulak" itu semata sebagai lagu panggilan tobat bagi para pendosa. Bagi umat yang hidupnya menyimpang dari jalan Tuhan.

Tafsir bahwa lagu itu terinspirasi "Perumpamaan Anak yang Hilang" baru muncul belakangan hari, setelah mendengar lagu itu dibawakan oleh  Consolatio Choir  USU Medan. Dengan dirigensi Tony Siagian, dinyanyikan secara koor dengan iringan musik tradisional Batak, lagu itu memberi kesan mendalam.

Tapi, sebelum saya bicara lebih jauh, baik kiranya bila kita mendengarkan lagu itu terlebih dahulu:


Di tangan kolaboratif dirigen Tony Siagian dan maestro musik tradisional Batak, Marsius Sitohang, lagu Sai Mulak sukses menjadi sebuah musik gereja inkulturatif yang tidak saja sangat indah, tapi juga mampu meresap sampai ke dasar kalbu.

Tony dan Marsius, pada seruling Batak, telah menginterpretasikan lagu ini dalam konteks budaya Batak Toba.  "Perumpamaan Anak yang Hilang" ditempatkan dalam konteks keluarga Batak. Orangtua, Bapak/Ibu setia menanti anaknya yang salah jalan, jauh secara rohani, untuk bertobat dan kembali ke jalan yang benar.  

Intro koor memperdengarkan detang lonceng gereja tiga kali, lonceng panggilan untuk datang ke Rumah Tuhan. Disusul bunyi organ pada nada monoton panjang, ditingkah gema bunyi tagading, perkusi Batak, yang ditabuh sekali-sekali.  Intro ini mengesankan sebuah penantian panjang di ruang kosong yang pintunya selalu terbuka.

Intro dilanjutkan dengan tiupan seruling Marsius, diiring petikan kecapi Batak. Rangkaian nada seruling itu mengadopsi andung, senandung duka-lara yang lazim dilagukan oleh orangtua Batak, antara lain saat merindu kehadiran atau kepulangan anaknya tang tak tentu rimba. 

Bagian chorus  yang dibawakan CC USU dalam nada lembut membujuk kemudian menegaskan kerinduan orangtua itu. Kerinduan akan pertobatan seorang anak terkasih yang telah salah jalan, jatuh ke dalam dosa. 

Nada-nada pentatonik seruling Marsius telah menjadi jiwa lagu ini. Nada-nada andung pada intro, dan kemudian pada interlude, sebelum chorus kedua,  serta pada outro penutup koor, berhasil membangun imajinasi kesedihan dan pengharapan orangtua atas kepulangan anak yang telah hilang. (Koor hanya menyanyikan bait 1 dan bait 4 lagu itu.)

Tiupan seruling baik pada intro, mapun pada interlude dan outro, selalu diakhiri dengan nada lagu baris terakhir pada chorus, "Mulak ma ho", "Pulanglah kau." Suatu panggilan orangtua yang merindu kepulangan anak yang hilang.

Aransemen inkulturatif, yang mengawinkan musik pentatonik kultur Batak dan musik diatonik tradisi gereja, pada lagu Sai Mulak telah berhasil menghadirkan imaji imani tentang kesetiaan dan kerinduan Allah Bapa menunggu kepulangan umat-Nya yang hilang. Tangan dan Rumah-Nya selaku terbuka menerima kembalu setiap umat yang mau bertobat.

Sebuah Renungan Tobat

Walaupun "Perumpamaan Anak yang Hilang" ada dalam Kitab Injil agama Kristen, tak dapat dipungkiri bahwa pertobatan, pesan inti kisah itu, adalah pesan imani yang bersifat universal. Pertobatan adalah gagasan yang hidup dalam setiap agama samawi.

Lukisan Rembrandt dan lagu Sai Mulak adalah dua karya seni yang telah menginterpretasikan perumpamaan itu pada zaman dan masyarakat yang berbeda. Tapi pesan imannya tetaplah relevan sepanjang masa.  

Intinya, Tuhan Allah itu Maha Rahim, Maha Kasih dan Pengampun. Dia setia menunggu umat yang tersesat dalam dosa untuk bertobat, kembali menapak jalan yang benar, pulang ke Rumah Bapa.

Sebelum Yesus wafat di kayu salib, kembali ke Rumah Bapa-Nya, Dia telah berpesan, "Di Rumah Bapa-Ku ada banyak tempat. Aku pergi untuk menyiapkannya bagimu." 

Ya, Yesus menyiapkan tempat di Rumah Bapa untuk umat-Nya, apabila umat itu mau bertobat dari segala dosanya. Hanya dengan cara itu, darah Yesus yang tertumpah di kayu salib, boleh menjadi darah tebusan untuk dosa-dosa umat-Nya. 

Selamat merayakan Hari Paskah untuk rekan-rekan umat Kristiani. Biarlah tobat menjadi berkah Paskah terindah bagi umat-Nya. Amin.

 

Rujukan:

[1]   Henri J.M. Nouwen, The Return of the Prodigal Son, NY: Doubleday, 1992. 

[2] "Refleksi Lukisan 'The Return of the Prodigal Son", kaj.or.id, 14/05/2016.

[3] Buku Ende HKBP (Bahasa Batak Toba]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun