Dari dalam tajuk sebatang pohon meranti tinggi besar di lembah selatan bondar, terbang melayang seekor elang madu.Â
Dialah biang keladi serangan tawon itu. Dalam perjalanan pulang ke Siberia, tawon migran itu rupanya mampir dulu makan madu di hutan Sibatuloting.Â
Karena tawon  tak bisa menyengat marah elang madu, maka diseranglah Poltak dan rombongannya yang kebetulan ada di situ. Tawon marah perlu menyengat.
Sore itu warga Panatapan gempar. Poltak, Binsar, Bistok, Rudol, Maruhal, dan Hotman tiba di kampung dengan wajah aneh. Â Benjol-bengkak tak karuan. Ada yang bibirnya jadi radial, hidung benjol, kelopak mata bengkak, pipi jadi tembem, kuping menebal, dan leher benjol-benjol. Â Padahal mereka tadi siang berangkat ke hutan dengan wajah yang baik-baik saja.
"Diserang tawon!" jawab Hotman singkat saat ditanya warga apa yang telah terjadi.
"Amangoi. Sakit kalilah, Ompung." Poltak morong-orong, mengeluh kesakitan.Â
"Tahankan," kata neneknya sambil mengolesi bibir Poltak yang bengkak menyerupai donat dengan situak ni loba, madu asli tawon hutan.Â
Madu asli adalah obat paling manjur untuk menyembuhkan bengkak akibat sengatan tawon. Orang Panatapan tahu itu dari pengalaman.
"Bah! Poltak! Jangan kau jilati pula itu madu!" tegur nenek Poltak.Â
Ah, siapa pula yang tahan tak menjilat madu yang menempel di bibir? (Bersambung)
Â