Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

[Sosiologi Kuburan] Tugu Marga, Artefak Genealogi Orang Batak Toba

8 Maret 2022   20:41 Diperbarui: 9 Maret 2022   18:44 9803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tugu Raja Aritonang di Muara, Tapanuli Utara (Foto: twitter.com via seringjalan.com)

Hanya marga yang anggotanya memiliki kekayaan besar, keturunan banyak, dan kemuliaan tinggi yang dapat membangun tugu megah untuk marga atau leluhur marganya.

Bisa dikatakan, tugu marga orang Batak adalah representasi hamoraon, hagabeon, dan hasangapon dari suatu kelompok marga Batak. Semakin megah dan mewah tugunya, berarti pertanda semakin mora, gabe, dan sangap kelompok marga pemiliknya.

Logikanya seperti itu karena biaya pembangunan tugu ditanggung oleh seluruh anggota suatu kelompok marga di seluruh dunia. Pengumpulan dana dilakukan dengan cara toktok ripe, semacam iuran dari tiap anggota marga,  dan sumbangan khusus anggota  yang sukses secara sosial-ekonomi.

Proses pengumpulan dana pembangunan tugu semacam itu berpedoman pada umpasa, ungkapan Batak, "Raja urat ni uhum, arta urat ni hosa, naposo urat ni gogo."  Artinya: Penguasa sumber hukum, harta (pengusaha, orang kaya) sumber (biaya) kehidupan, orang muda (orang kebanyakan) sumber tenaga. 

Intinya anggota marga yang jadi penguasa dan pengusaha diharapkan memberi lebih. Sedangkan anggota marga yang tergolong biasa memberi sesuai kesepakatan jumlah iuran, toktok ripe.

Tugu Si Raja Panggabean berbentuk tongkat Tunggal Panaluan di Siatas Barita, Tarutung Tapanuli Utara (Foto: facebook Si Raja Panggabean) 
Tugu Si Raja Panggabean berbentuk tongkat Tunggal Panaluan di Siatas Barita, Tarutung Tapanuli Utara (Foto: facebook Si Raja Panggabean) 

Karena itu, suatu tugu marga di Tanah Batak selalu diasosiasikan dengan anggota marga itu yang menjadi tokoh sosial-politik dan ekonomi tingkat nasional.  Demikianlah, sebagai contoh, Tugu Si Raja Panggabean di Siatas Barita, Tarutung mengingatkan pada Jenderal Maraden Panggabean.  

Begitu juga, Tugu Raja Panjaitan di Onan Raja, Balige mengingatkan pada Mayjen D.I. Panjaitan, Letjen Sintong Panjaitan, dan Jenderal Luhut B. Panjaitan. Tugu Raja Simanihuruk di Pangururan Samosir mengingatkan pada  Mayjen A.E Manihuruk. Tugu Toga Raja Sitorus di Sibisa, Toba mengingatkan pada pengusaha nasional D.L. Sitorus.

Tugu Ompu Landit Manihuruk di Lumban Suhi-suhi Samosir (Foto: wikipedia.org)
Tugu Ompu Landit Manihuruk di Lumban Suhi-suhi Samosir (Foto: wikipedia.org)

Artefak Modern Genealogi Batak Toba

Kemegahan dan kemewahan tugu marga Batak, dan biaya fantastis untuk pembangunannya, bisa dikatakan sebagai nilai manifes utama.  Nilai yang dipertontonkan, untuk mengumumkan eksistensi marga, yaitu hamoraon, hagabeon, dan hasangapon-nya.

Di balik nilai manifes itu, ada nilai laten tak banyak disadari tapi justru menjadi nilai inti pada suatu tugu marga.  Nilai yang saya maksud adalah statusnya sebagai artefak modern genealogi Batak Toba.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun