Di lain pihak, Singapura tampil sebagai Kojiro. Tim Singapura adalah tim ortodoks dengan disiplin ketat. Singapura selalu tampil percaya diri, bahkan tampak sedikit arogan, di hadapan lawan-lawannya. Â Tapi arogansi itu sebenarnya kamuflase untuk titik rapuh pada sisi psikisnya.
Strategi utama Singapura adalah serangan balik cepat, semacam sabetan balik ekor walet ke daerah pertahanan lawan. Senjata utamanya adalah tendangan jarak jauh, semacam pedang panjang, yang mampu memporak-porandakan pertahanan lawan. Bahkan bisa mematikan, menghasilkan gol, manakala berasal dari "bola mati".
Dua, dan hanya dua, gol Singapura ke gawang Indonesia di laga leg 2 dihasilkan melalui strategi itu. Â Singapura mendapat dua keuntungan tendangan bebas sedikit di luar kotak penalti, menyusul pelanggaran pada pemain yang melancarkan serangan balik kilat. Tendangan "bola mati" Â itu sukses membuahkan gol.
***
Kalau bukan karena ulah Shin Tae-yong, pelatih Indonesia, laga semifinal leg 2 Indonesia versus Singapura itu mungkin hanya serupa tarung Musashi versus Kojiro empat abad lalu. Sebuah pertarungan dramatis ala Jepang, tegas dan kejam, Â yang berujung pilu saat Musashi harus menutup kelopak mata Kojiro yang tewas oleh tetakan bokkennya.Â
Shin Tae-yong telah membuat laga Indonesia versus Singapura itu menjadi sebuah pertarungan dramatis ala Korea. Dia seakan menafsir ulang pertarungan Musashi versus Kojiro, lalu menerjemahnya menjadi  "Drama Korea" (Drakor)  yang mengharu-biru dan menguras habis emosi penonton.
Bayangkan, setelah Indonesia unggul 1-0 dari kaki Ezra Ealian di awal babak pertama, Singapura berhasil menyamakan kedudukan 1-1 lewat tendangan "bola mati" di menit akhir tambahan waktu. Padahal saat itu seorang pemain Singapura, Safuwan, yang termakan perang psikis, baru diganjar kartu merah dan diusir dari lapangan.Â
Bermain dengan 9 orang,  setelah Irfan Fandi diganjar  kartu merah karena mengganjal keras Irfan Jaya, di babak kedua Singapura bahkan berhasil lebih dulu unggul 2-1, berkat tendangan "bola mati" yang dieksekusu Shahdan sedikit di luar kotak penalti. Â
Momen itu menimbulkan eforia dahsyat pada Tim Singapura dan pendukungnya. Mereka semakin yakin mampu memenangi laga hanya dengan kekuatan 9 pemain.Â
Tapi Indonesia menghajar keyakinan Singapura. Lewat kaki Pratama Arhan, Indonesia kemudian menyamakan kedudukan 2-2. Kerongkongan pendukung Indonesia yang sudah sempat tercekat kering bisa basah dan terbuka lagi.
Tapi jantung Indonesia nyaris copot lagi saat Singapura mendapat hadiah penalti, akibat pelanggaran yang dilakukan Pratama Arhan di kotak penalti. Dan sekali lagi, secara dramatis, kiper Nadeo Argawinata berhasil menggagalkan tendangan penalti yang diambil Faris Ramli itu.