Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Datang Bulan, Pembalutologi, dan Ketabahan Lelaki

15 Desember 2021   09:23 Diperbarui: 15 Desember 2021   13:13 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diambil dari ayobandung.com

Bayangkan situasi ini. Seorang lelaki berada di tengah  istrinya dan dua orang anak gadisnya yang sedang kompak datang bulan. Bisa dibayangkan bagaimana rasanya?

Ah, jangan dibayangkan. Kita tanya Poltak saja. Dia yang sudah kenyang dengan pengalaman macam itu.

Jangan pula tanya Engkong. Dia tipe lelaki ortodoks yang tak mau kelibet tetek-bengek datang bulan. Terutama bengeknya.

Begini kata Poltak. Satu bulan di langit malam, oh,  betapa indahnya. Tapi tiga datang bulan di rumahmu, ah, betapa berat uji ketabahan.

Maka, masih kata Poltak, berbahagialah kaum lelaki karena Tuhan mengaruniai mereka tabah yang panjang. Itu berguna banget menghadapi galak dan judes yang panjang dari istri dan anak-anak gadisnya, saat mereka kompak sama-sama menstruasi.

Poltak benar belaka. Tuhan tak pernah mencobai hamba-Nya lebih dari daya tanggungnya. Dengan tabah yang panjang, karunia Tuhan, Poltak telah selamat jaya melaluinya.

Poltak sudah terbiasa jadi Lelaki Siaga. Siap memenuhi kebutuhan mendadak anak gadis dan istri yang sedang datang bulan. Harus begitu kalau tak mau jadi korban kegalakan bin kejudesan berjamaah di rumah.

Soal pembalut misalnya. Harus tersedia segala ukuran. Mulai dari yang setipis bulu angsa sampai setebal telapak tangan. Mulai dari yang pendek sampai yang panjang. Dari yang slim sampai lebar bersayap. Itu gunanya beda-beda. Tergantung debit datang bulan.

Lama-lama Poltak mengembangkan sendiri ilmu baru. Pembalutologi. Ilmu pengetahuan tentang pembalut perempuan.  

Itu ilmu maha penting. Dalam situasi darurat, habis pembalut, dia harus siap pergi ke minimarket untuk membelinya. Harus tepat merek, tipe, dan ukurannya. Petaka kalau sampai salah, kawan.

Keahlian belanja pembalut itu rupanya membikin mas dan mbak kasir minimarket takjub. Mereka senyum-senyum simpul saat Poltak membayar belanjaannya. Untung masker Poltak tak pernah kendor. Jadi tak sampailah kenal wajah.

"Itu yang gede itu ukuran apa ya, mas?" tanya Poltak, sambil menunjuk kemasan pembalut ukuran jumbo. "Oh, itu pembalut untuk lansia beser, Pak." Astaga! Jangan sampai saya pakai itu suatu saat. Poltak membatin, ngeri.

Jangan dipikir urusan sudah beres jika pembalut tersedia dalam jumlah, jenis, tipe, dan merek yang tepat.  "Pak, kertas bekas untuk pembalut bekas habis!"  Anak gadisnya berteriak dengan wajah cemberut.  

"Ambil sendiri di perpustakaan."  

"Malas, Pak. Tolongin!" Wajahnya semakin cemberut. 

"Astaganasib!"  Gondok boleh, tabah harus. Mesti Poltak juga yang menyediakan kertas bekas itu.

Kadang Poltak berpikir, datang bulan memang diadakan Tuhan sebagai jalan perempuan mempersekusi lelaki yang mencintainya. 

Sebab jika memperturutkan akal sehat, urusan ambil kertas bekas untuk pembungkus pembalut bekas adalah hal yang remeh dan ringan.  Sakit perut bukan alasan yang memadai untuk tak mampu mengambilnya. Tapi itu terjadi.

"Mengapa dunia medis tak bisa menciptakan ramuan antigalak, antijudes, antistres, dan anti-antinegatif lainnya untuk perempuan yang sedang datang bulan?" Poltak suatu waktu bertanya kepada dokter Joko, sahabatnya. 

"Oh, tak bisalah itu," kata dokter Joko. "Itu konsekuensi dari tragedi buah apel yang diwariskan Adam dan Hawa.  Perempuan harus mengalami kesakitan, dan lelaki harus ikut menderita karenanya.  Sebab bukankah lelaki ikut makan apel itu?"

Alamakjang! Dia itu dokter, apa ustad, apa penginjil, ya!  Semakin kabur saja batas diferensisasi profesi di masa kini.

Sebenarnya Poltak ingin menggugat lebih jauh. Mengapa dunia kedokteran justru sibuk melakukan inovasi permak wajah dan bodi perempuan? Membesarkan bukaan mata, memancungkan hidung, meninggikan tulang pipi, mempersempit jidat, mengamplas pipi tembem, menebalkan bibir, meruncingkan dagu, mengelantang kulit, menyedot lemak perut, mengencangkan dada, membahenolkan pinggul, mengecilkan lingkar pinggang, dan mengencangkan kulit muka.  Ada yag belum disebut?

Untuk apa semua permak-memermak wajah dan tubuh perempuan itu kalau waktu datang bulan wajah mereka tetap saja tidak sedap dipandang mata? 

Di mana logikanya, coba! Harusnya kan bikin inovasi medis yang bikin datang bulan berubah rasa menjadi semacam belanja  diskon besar-besaran 12-12 tengah malam. Itu baru jempolan!

Tapi sudahlah. Lelaki tabah tak boleh banyak menuntut. Begitulah Poltak.  Malam hari, setelah seharian terkuras melayani kebutuhan anak dan istri yang  pasang wajah judes bin galak, dia naik ke pembaringan.  

Segera disetelnya lagu artis kesayangannya, Eddy Silitonga.  Dia hanya ingin dengar dua kalimat dalam liriknya, "Tabaaahkanlaaaah hatiiimu, saayaaang.  Untuuuk deriiita iniii ...."

Sssst! Jangan berisik.  Poltak sudah jatuh lelap. (eFTe)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun