Tentang aib HW dan keluarganya, tak perlu dijelaskan lagi. Â Harusnya itu sejak kejadian rudapaksa pertama sudah menjadi aib besar. Kecuali HW dan keluarganya beranggapan hal itu sesuatu yang wajar. Bahkan mungkin sesuatu yang direncanakan. Kalau benar begitu, maka perlu diperiksa kesehatan mental HW sekeluarga.
Aib juga melekat pada pesantren MH karena sebagai sebuah sistem organisasi, dia gagal mencegah tindakan HW sejak 2016. Fakta jumlah korban rudapaksa 12 santriwati dan kelahiran 8 orang anak, mestinya bukan sesuatu yang bisa disembunyikan.Â
Fakta tersebut terakhir mau tak mau memicu dugaan bahwa kegiatan rudapaksa itu sesuatu yang terencana pada tingkat organisasi pesantren. Bisa saja kemudian orang berpikir bahwa rudapaksa itu bukan semata tindakan individual HW lagi. Tapi sudah mengarah pada "program institusional" pesantren MH. Mungkin untuk tujuan "penciptaan obyek pendanaan", atau motif lain yang mestinya bisa diungkap di pengadilan.
Menjadi pertanyaan, apa motif MUI Kota Bandung minta untuk berhenti menyebarluaskan kasus itu dan minta aibnya ditutupi. Bukankah permintaan ini inkonsisten dengan kutukan MUI Â atas peristiwa itu? Juga inkonsisten dengan klaim MUI bahwa MH tidak ada hubungannya dengan MUI dan lembaga keagamaan ((Islam) lainnya?Â
Permintaan itu juga inkonsisten dengan pernyataan MUI untuk tidak memberikan advokasi atau pendampingan. Sebab meminta khalayak tak menyebarkan kasus bejat itu, dan menutup aib yang ditimbulkannya, adalah bentuk advokasi pasif terhadap HW.
Jadi alasan MUI untuk menutup aib itu, yakni untuk menyelamatkan masa depan anak-anak korban rudapaksa, terkesan sebagai kamuflase. Korban rudapaksa itu sudah diselamatkan dan dilindungi pemerintah (UPDT PPA Jabar dan PPA Polda Habar). Identitas mereka sejauh ini tidak dimunculkan di ruang publik. Â
Lebih masuk akal menduga bahwa MUI sedang melakukan advokasi pasif. MUI terindikasi sedang  membentuk opini "tutup aib"  untuk menyelamatkan HW dari sorotan, kecaman, dan tekanan publik.Â
Karena itu logis jika menduga MUI memiliki kepentingan dengan kasus rudapaksa di pesantren MH. Sekurang- kurangnya demi menjaga citra umat Islam. Dugaan ini menegasikan lima pernyataan pertama MUI.
Menyalahkan Media Sosial?
Nuansa advokasi MUI Kota Bandung pada MH juga tersurat dari dugaannya  "... bahwa perbuatan bejat ini, salah satunya, diinspirasi oleh beragam tayangan di media khususnya media sosial ...."
Tidak secara spesifik dikatakan tayangan macam apa. Hanya dihimbau agar "... seluruh pihak untuk berhati-hati ... menyebarluaskan tayangan-tayangan yang tidak sesuai dengan norma sosial maupun agama".
Bisa diduga yang dimaksud MUI adalah tayangan-tayangan konten pornografi dalam beragam tingkatannya. Ini jenis konten yang mati-matian diperangi Menkominfo.Â