Lalu, tetangga yang dibencinya, lewat berperahu di situ dan menawarkan tumpangan. Tapi dia menolaknya.
Lewat pula perahu teman sekantor yang pernah menelikungnya dan, kemudian, mantan atasan yang pernah memecatnya. Keduanya menawarkan pertolongan. Tapi dia menolaknya.
Saat ketinggian air sudah mencapai dagunya, dia berteriak dengan nada murtad kepada Tuhan. "Tuhan! Kau tak perduli lagi pada umatmu ini!"
"Hei," tiba-tiba terdengar suara dari langit, "Aku sudah kirim tiga malaikat penolong. Tapi kamu menolak mereka."
Anekdot itu adalah antitesis perumpamaan "Orang Samaria yang Baik Hati". Perumpamaan ini disampaikan Yesus kepada orang Yahudi untuk menjawab pertanyaan "Siapakah sesamaku?"
Dikisahkan seorang Yahudi dirampok dan dianiaya penyamun dalam perjalanan dari Yerikho ke Yarusalem. Dua orang Yahudi, seorang imam dan seorang lagi suku Levi, yang lewat di situ enggan menolongnya.
Sampai kemudian lewat seorang Samaria yang dianggap rendah dan dibenci orang Yahudi. Tak disangka, justru orang Samaria itulah yang menolong dan menyelamatkan hidupnya.
Dengan perumpamaan itu, sangat jelas siapa sejatinya sesama. Atau, dari kacamata iman, tampak siapa malaikat penolong.
***
Dari anekdot dan perumpamaan di atas, saya mendapat pemahaman imani bahwa Tuhan dapat mengirim malaikatnya dalam rupa siapa saja. Entah itu seseorang yang saya kenal, atau tak kenal sama sekali. Orang saya kasihi, atau mungkin yang saya benci.
Satu kejadian tahun 1975,  sewaktu  bersekolah di Seminari Menengah Pematang Siantar, telah menguatkan keyakinan itu.