Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Mau Merdeka dari Tanggal Tua, Jadilah Petani

15 Oktober 2021   11:09 Diperbarui: 15 Oktober 2021   22:42 921
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggal tua itu adalah penjajahan atas hidup bulanan pegawai formal kantoran. Gaji 15 itu bukan Rp 15 juta per bulan, tapi mulai menipis pada tanggal 15 dan habis persis sehari sebelum gajian tiap bulannya. Karena itu pegawai umumnya mengalami stres total 180 hari per tahun akibat teror "tanggal tua".

Ada banyak tip dan trik mengatasi tanggal tua di berbagai situs internet. Tinggal buka, baca, dan coba terapkan. Pilihannya empat: (a) menurunkan pengeluaran, (b) menaikkan pendapatan, (c) kombinasi (a) dan (b), (d) jawaban (a), (b) dan (c) benar. 

Berhasil? Mungkin ya, mungkin tidak. Di mana-mana tip dan trik itu gampang dihapal, tetapi sukarlah dijalankan, bahkan mungkin oleh pengarangnya sendiri.

Misalkan tak kunjung berhasil mengatasi teror tanggal tua, maka ada satu solusi yang layak dipertimbangkan. Tinggalkan pekerjaan formal kantoran, banting setir (dan tulang) jadi petani. Sudah banyak orang kantoran yang melakukannya. Cari saja kisahnya di internet.

Kompasianer Inosensius I. Sigaze sudah menunjukkan bahwa petani desa itu merdeka dari teror tanggal tua (Baca: Apakah Para Petani Mengenal Tanggal Tua? (K. 14/10/2021)). 

Sambil mengamini artikel Pater Ino, panggilan akrabnya, saya ingin menambahkan beberapa catatan remeh-temeh perihal kemerdekaan petani dari teror tanggal tua itu. 

Tidak Ada Tanggal Tua tapi Bulan Paceklik

Siklus penghasilan petani itu musiman. Durasi satu musim tergantung jenis tanaman yang diusahakan. Ada 2-3 bulan (sayuran), ada 3-6 bulan (pangan), dan ada yang tahunan (buah-buahan). 

Periodik pertanaman macam itu menyebabkan petani tak kenal istilah tanggal tua. Tapi akrab dengan bulan-bulan paceklik. Bulan-bulan paceklik ini adalah masa menunggu hasil atau panen (gestation period).

Jika mengambil kasus petani mayoritas, yaitu petani padi, maka ada dua bulan (masa) paceklik. 

Pada musim tanam pertama, bertepatan musim hujan Oktobe-Maret, maka bulan pacekliknya adalah Januari-Pebruari. Untuk musim tanam kedua, bertepatan musim kemarau April-September, maka bulan pacekliknya adalah Juli-Agustus.

Itu kalau setahun dua kali tanam (Indeks Pertanaman/IP 2). Kalau hanya sekali tanam (IP 1), lazimnya di musim penghujan Oktober/November-Mei/Juni, bulan pacekliknya lebih panjang. Bisa sampai lima bulan, dari Januari sampai Mei.

Tapi petani bisa mengatasi paceklik itu hingga tak sampai berujung rawan pangan. Pola nafkah ganda menjadi solusi.  

Pada bulan-bulan paceklik, petani lazim mengusahakan komoditas sayuran/hortikultura umur pendek di lahan kering. Ini bisa menjadi sumber pendapatan harian, mingguan, bahkan bulanan. Tergantung bagaimana memerapkan pola tanam tumpangsari atau bergilir, sesuai jenis dan umur panen tanaman. 

Itu jika petani punya tanah. Bagi petani gurem (0.25 ha ke bawah) solusinya adalah usaha/pekerjaan luar-pertanian. Secara musiman, pada bulan-bulan paceklik, petani gurem itu bemigrasi ke kota. Di sana mereka menjadi penjaja makanan, pedagang sayuran, dan buruh kasar.  Itu cara mereka mengatasi paceklik.

Pemerintah sendiri berusaha mengurangi jumlah bulan paceklik dengan tiga cara. 

Pertama, peningkatan IP, dari 1 jadi 2, dari 2 jadi 3. Caranya, inovasi varietas tanapan genjah, umur pendek. Misalnya padi berumur di bawah 100 hari, sehingga memungkinkan IP 3, sepanjang air irigasi tersedia.

Kedua, peningkatan diversifikasi usahatani. Ini pada dasarnya adalah optimalisasi manfaat lahan. Tidak ada masa bera (tanah istirahat).  Sepanjang tahun, tanah ditanami dengan pola padi-palawija-padi, atau padi-palawija-palawija. 

Selain itu juga petani didorong menerapkan pola tanam ganda (multple cropping), sebidang lahan dibagi-bagi untuk tanaman pangan umur panjang dan palawija/sayuran umur pendek.

Ketiga, secara tak langsung, pemerintah meluncurkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan asuransi pertanian untuk petani. 

Dengan KUR, petani tak perlu menggunakan sebagaian hasil tani jadi modal usaha. Juga tak perlu berutang kepada tengkulak dengan sistem ijon yang merugikan. Dengan begitu hasil panen bisa digunakan sepenuhnya mengatasi masa paceklik.

Asuransi pertanian dimaksudkan menghindari kerugian besar pada petani jika gagal panen (puso). Sekurangnya petani masih mendapatkan kompensasi kerugian dari asuransi senilai biaya produksi yang telah dikeluarkan. Ini bisa membantu mengatasi paceklik pasca-gagal panen.

Jadilah Petani Cerdas

Menjadi petani cerdas tak hanya cerdas otaknya dalam ukuran IQ di atas 120. Tapi cerdas dalam pengertian mampu menerapkan pola usaha tani cerdas (smart farming) di atas lahan terbatas.

Perhatikan petani-petani muda yang sukses. Luas lahannya terbatas. Paling 0.25-0.50 ha. Tapi mereka menerapkan teknologi pertanian cerdas di situ. Bisa hidroponik, aeroponik, dan lain sebagainya. Bisa dalam bangunan greenhouse/nethouse, horizontal maupun vertikal (memperluas area tanam). 

Kegiatan budidaya cerdas itu dikendalikan secara digital. Pemupukan, pengendalian hama, pengairan, suhu, pencahayaan, sampai kelembabab udara semua dilakukan secara digital. Sehingga setiap perlakukan pada tanaman bisa presisi, tepat waktu, dosis, dan cara.  

Dengan penerapan teknologi pertanian cerdas, proses budidaya tidak saja efisien, tapi juga efektif. Itu terbukti dari produktivitasnya yang tinggi dan kontinu. 

Pertanian cerdas itu memungkinkan petani untuk panen setiap hari, minggu, dan bulan. Dalam greenhouse/nethouse, dengan pengaturan waktu tanam beragam jenis tanaman sayuran misalnya, hal itu bisa dilakukan.

Pasar memang kerap jadi momok bagi petani. Sering kejadian saat panen melimpah, harga anjlok, sehingga petani membuang hasil taninya. Sebab lebih untung membuang ketimbang memanen.

Di situ perlunya manajemen usaha cerdas. Pemilihan jenis tanaman yang spesifik, waktu tanaman yang pas, kualitas produk premium, dalan lain-lain. 

Pemasarannya juga tak mengandalkan tengkulak, tapi masuk ke jaringan e-market atau pemasaran digital. Itu bukan omong kosong. Sekarang ini konsumen kota sudah biasa belanja sayur dan buah secara daring.

Dengan menjadi petani cerdas yang menjalankan pertanian cerdas, seseorang bisa merdeka tidak saja dari teror tanggal tua. Tapi juga merdeka dari teror bulan paceklik.  Teknologi dan manajemen cerdas, itu kuncinya.

Nasihat untuk Sarjana Baru dan Pensiunan

Sarjana baru tak perlu repot melamar pekerjaan kantoran. Pensiunan tak perlu sibuk jadi konsultan serabutan. Jadilah petani cerdas di desa.

Jika punya tanah di desa, entah itu milik orangtua, atau milik sendiri, sekitar 1,000-2,000 meter persegi misalnya, pulanglah ke desa. Bangun pertanian cerdas di sana. Misalnya greenhouse atau nethouse aneka sayuran kelas premium. Termasuk buah-buahan seperti berri-berrian, tomat-tomatan termasuk ciplukan, dan lain sebagainya. 

Jika tak punya tanah, maka sewalah tanah di desa. Dana pensiunan misalnya cukuplah untuk sewa sebidang tanah dan biaya produksi.  Untuk anak muda, perbankan juga sekarang menyediakan pinjaman untuk wirausaha muda. Tak perlu minta duit pada orangtua.

Menjadi petani, bisa menjadi jalan untuk tidak saja sejahtera, tapi sekaligus bisa merdeka dari penjajahan atau teror tanggal tua dan bulan paceklik. 

Tentu saja, syaratnya, menjadi petani cerdas yang mengusahakan pertanian cerdas. Bukan menjadi petani bodoh yang mengusahakan pertanian terbelakang, sehingga rawan dibodohi tengkulak "pintar". (eFTe)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun