Menjadi petani cerdas tak hanya cerdas otaknya dalam ukuran IQ di atas 120. Tapi cerdas dalam pengertian mampu menerapkan pola usaha tani cerdas (smart farming) di atas lahan terbatas.
Perhatikan petani-petani muda yang sukses. Luas lahannya terbatas. Paling 0.25-0.50 ha. Tapi mereka menerapkan teknologi pertanian cerdas di situ. Bisa hidroponik, aeroponik, dan lain sebagainya. Bisa dalam bangunan greenhouse/nethouse, horizontal maupun vertikal (memperluas area tanam).Â
Kegiatan budidaya cerdas itu dikendalikan secara digital. Pemupukan, pengendalian hama, pengairan, suhu, pencahayaan, sampai kelembabab udara semua dilakukan secara digital. Sehingga setiap perlakukan pada tanaman bisa presisi, tepat waktu, dosis, dan cara. Â
Dengan penerapan teknologi pertanian cerdas, proses budidaya tidak saja efisien, tapi juga efektif. Itu terbukti dari produktivitasnya yang tinggi dan kontinu.Â
Pertanian cerdas itu memungkinkan petani untuk panen setiap hari, minggu, dan bulan. Dalam greenhouse/nethouse, dengan pengaturan waktu tanam beragam jenis tanaman sayuran misalnya, hal itu bisa dilakukan.
Pasar memang kerap jadi momok bagi petani. Sering kejadian saat panen melimpah, harga anjlok, sehingga petani membuang hasil taninya. Sebab lebih untung membuang ketimbang memanen.
Di situ perlunya manajemen usaha cerdas. Pemilihan jenis tanaman yang spesifik, waktu tanaman yang pas, kualitas produk premium, dalan lain-lain.Â
Pemasarannya juga tak mengandalkan tengkulak, tapi masuk ke jaringan e-market atau pemasaran digital. Itu bukan omong kosong. Sekarang ini konsumen kota sudah biasa belanja sayur dan buah secara daring.
Dengan menjadi petani cerdas yang menjalankan pertanian cerdas, seseorang bisa merdeka tidak saja dari teror tanggal tua. Tapi juga merdeka dari teror bulan paceklik. Â Teknologi dan manajemen cerdas, itu kuncinya.
Nasihat untuk Sarjana Baru dan Pensiunan
Sarjana baru tak perlu repot melamar pekerjaan kantoran. Pensiunan tak perlu sibuk jadi konsultan serabutan. Jadilah petani cerdas di desa.
Jika punya tanah di desa, entah itu milik orangtua, atau milik sendiri, sekitar 1,000-2,000 meter persegi misalnya, pulanglah ke desa. Bangun pertanian cerdas di sana. Misalnya greenhouse atau nethouse aneka sayuran kelas premium. Termasuk buah-buahan seperti berri-berrian, tomat-tomatan termasuk ciplukan, dan lain sebagainya.Â