Sedikitnya ada empat penyebab kejatuhan industri tenun Balige. Pertama, krisis suksesi. Anak cenderung tak mau meneruskan usaha orangtuanya.Â
Kedua, persaingan dengan produk sarung berbahan sintetis.  Sarung sintetis  dinilai lebih mewah, ketimbang sarung katun Balige yang terkesan kumuh dan murah..Â
Ketiga, revoluai celana panjang. Sejak 1980-an perempuan Batak lebih memilih mengenakan celana panjang ketimbang sarung sebagai busana harian. Â
Keempat, miskin inovasi. Sejak jaman penjajahan sampai sekarang produk tenunan Balige, baik mandar maupun sela nyaris tak berubah. Bahannya katun kasar, motifnya kotak-kotak dan garis-garis.
Dengan pencanangan DSP Toba, khususnya KTA Balige "Pusaka Kota", saatnya tepat untuk revitalisasi industri tenun Balige. Jadikan kain tenun sarung, juga sela, dan produk turunannya sebagai ikon wisata kota Balige. Â
Sarung tenun dan kain sela Balige itulah ikon sekaligus pusaka terpenting Balige. Tanpa bermaksud mengesampingkan pusaka lain yang dicatat dalam dokumen RIDPP Danau Toba Tahun 2020-2045. Seperti onan balairung berarsitektur Rumah Batak (bikinan Belanda tahun 1936), Gereja HKBP (dibangun Zendeling RMG), Gereja Katolik (pertama di Tanah Batak), Makam Sisingamangaraja XII, patung DI Panjaitan,  dan Museum TB Silalahi (terbaru).
Revitalisasi industri tenun Balige sebaiknya menyasar sejumlah kecil perusahaan tenun yang masih bertahan. Para  pengusaha itu adalah perawat setia ikon sosial-ekonomi terpenting Balige. Mereka pantas diapresiasi dengan mengintegrasikan kain tenun Balige ke dalam program pengembangan wisata pusaka kota.
Ada empat bidang revitalisasi tenun Balige yang diusulkan di sini. Pertama, peningkatan mutu tenunan, khususnya mutu benang dan pewarna, dan inovasi motif-motif baru, untuk memenuhi standar pasar wisata.Â
Kedua, hilirisasi berupa inovasi produk turunan berbahan baku tenunan sarung/sela. Misalnya pakaian kasual, celana pendek, tas, dompet, topi, taplak meja, sarung bantal, sprei, dan bed cover.
Ketiga, diversifikasi produk tenunan. Tidak hanya sarung dan sela, tapi juga ulos. Beberapa pengusaha tenun sebenarnya sudah memproduksi ulos tenun ATBM. Tapi perlu peningkatan kualitas agar mendekati mutu ulos hasil tenun gedogan.Â
Keempat, promosi dan penjualan langsung tenun Balige di pasar wisata. Pengembangan KTA Balige akan merenovasi onan balairung. Sebaiknya satu balairung dikhususkan untuk promosi dan penjualan langsung kain tenun Balige sebagai souvenir wisata. Â