Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Saipul Jamil, Kemiskinan Moral, dan Kekangan Moral

8 September 2021   21:48 Diperbarui: 9 September 2021   16:01 2390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Defisit empati sosial berpangkal pada lemahnya kekang moral pada diri individu. Kekang moral (moral restraint), merujuk Thomas Malthus (1797), adalah kesadaran individu untuk berperilaku (pikir, sikap, tindak) selaras norma (cara, kebiasaan, tatalaku, adat) yang berlaku (diterima) secara umum. 

Ekspektasi normatif publik, mestinya Saipul tidak "merayakan" kebebasannya di ruang publik.  Mengingat dia dihukum penjara karena kasus amoral. Tindak pencabulan pada anak lelaki di bawah umur.  Perayaan itu telah melecehkan moral publik.

Lemahnya kekang moral adalah indikasi kedua untuk kemiskinan moral sosial pada diri seseorang.

Peristiwa "pesta selamat datang" itu, secara keseluruhan, bisa disimpulkan sebagai pemanggungan kemiskinan moral sosial pada diri seorang Saipul Jamil.

Reaksi Pengenyahan:  Wujud Kekang Moral Publik

Ujung pelecehan moral publik adalah "muak moral".  Suatu rasa sosial (social sense) penolakan pada kehadiran individu peleceh moral itu di ruang publik.  Entah itu lewat pemberiraan media cetak, media online, televisi, youtube, dan ragam medsos.

Bukan karena benci pada peleceh moral sebagai individu, tapi karena publik sudah tiba pada batas toleransi saat menyaksikan perilakunya yang defisit empati dan mebghina moralitas publik.  Itulah kini yang harus dialami oleh Saipul.

Memang dia sudah tuntas menjalani hukumannya. Tapi satu hal dia lupa. Hukuman penjara itu berpangkal pada hukum negara. Ada hukum lain yang hidup dalam masyarakat yaitu hukum sosial.  Sanksinya bukan penjara, tapi stigma dan kontrol sosial.

Itulah yang disebut antropolog Sally Falk-Moore sebagai  "ruang sosial semi-otonom". Ini hukum yang hidup dalam masyarakat, di ruang publik. Ia tak bisa diintervensi oleh hukum positif negara. Tujuannya untuk mengenakan kekang moral pada individu yang dinilai "lewat batas".  

"Reaksi pengenyahan" (cancel culture) yang kini ditujukan publik kepada Saipul adalah wujud  kekang moral dari publik. Itu terjadi di ruang sosial semi-otonom.  Tidak ada kuasa yang dapat menghentikannya.

Tujuannya tegas. Mengekang Saipul secara moral, agar menarik diri dari ruang publik. Dia dinilai telah melecehkan moral publik dan menciderai rasa sosial publik.  

Karena itu, dia harus "dienyahkan" dari ruang publik. Agar dia dapat menata diri sampai laik publik. Dengan begitu, suatu saat nanti, dia boleh lagi tampil di ruang publik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun