Super tiga kali. Ayu Diahastuti tak mau memberi ruang suksesi kepada lelaki. Langsung disambungnya dengan sebuah bait rindu, renjana.
"Mendulang cinta dalam sekepal rasa dari manisnya rindu, matang terbakar renjana yang kau sisihkan kala senja yang tinggal secuil itu."
Sebelum perempuan melanjutkan hegemoni, Ayah Tuah langsung melontarkan peluru anti-rindu.
"Jadi lupakan rindu, bila jarak hanya sebagai pengganggu. Hujan, panas, hanya peralihan waktu. Masih perlukah kata ragu."
Kekuasan beralih ke lelaki. Katedrarajawen, "King of Omong Kosong" memenangi suksesi dengan sebait harapan.
"Dalam kegelapan hidupku, kurasakan terang cintamu
Dalam bekunya hatiku, kurasakan hangatnya pelukanmu
Dalam linangan air mata, engkau berkata, aku ada di sini setia  bersamamu."
Tapi kolaborasi kenthir belum berujung rupanya. Tengah malam, saat semua orang sudah terlelap, Siti Nazarotim mengendap-endap menyelipkan bait kesetiaan cinta.
"Kesetiaan, cinta dan kasih sayang
Adalah dambaan semua insan.
Begitupun aku, takkan menolak jika menghampiriku.
Takkan menyerah jika harus berjuang meski berujung pilu."
Betul-betul diselipkan. Diantara bait anggitan Ayah Tuah dan bait Katedrarajawen. Persis seperti siswa yang telat kumpul tugas, lalu menyelipkannya pada tumpukan tugas siswa di atas meja guru. Â
"Dalam kegelapan hidupku, kurasakan terang cintamu
Dalam bekunya hatiku, kurasakan hangatnya pelukanmu
Dalam linangan air mata, engkau berkata, aku ada di sini setia  bersamamu."
Lantas, mau diapakan bait-bait puisi spontan yang anarkis itu,