Selain Felix Tani dan Siti Nazarotin, enam orang lainnya adalah buaya puisi. Siti Nazarotin tahunya cuma masak-masakan, sedangkan Felix Tani bisanya cuma makan-makan.
Begini proses kreatifnya tadi malam.Â
Di tengah keriuhan perbincangan remeh-temeh tapi perlu, tiba-tiba Felix Tani membagikan sebait puisi di bawah judul "Puisi Malam Ini".
"Tadi siang langit biru, bulan putih. Malam ini bulan biru, langit hitam. Sebiru matamu, sehitam rambutmu."
Felix mengundang rekan-rekan segrup perpesanan melanjutkan bait kedua dan seterusnya. Tanpa ekspektasi apapun. Sebab anggota grup semua kenthir. Sulit diatur dan susah ditebak maunya. Serba intuitif dan serendip.
Eh, tetiba Indra Rahadian menyambung dengan indahnya:
"Melewatkan jingga senja. Penuh nestapa. Bintang-bintang berkelana. Seperti hadirmu, menerangiku dan pergi begitu saja."
Super sekali. Langsung disambar pula oleh Zaldy Chan dengan membagikan satu bait sendu.
"Pada sajian segelas kopi, Â rasa manis acapkali mengalah teredam rasa pahit.
Senja masih menyisakan senyuman manis. Hingga, kau biarkan aku tenggelam dalam rasa sakit."
Super dua kali. Tiga lelaki beruntun memimpin. Langsung dikudeta srikandi Heni Pristiwaningsih. Â
"Kau tahu bahwa sakit yang terpendam bukan hanya sekedar ungkapan rasa yang terabaikan. Namun lihatlah, tatkala rembulan itu menyingkap tirai malam yang dingin. Akupun mendekap kesunyian yang tersenyum bengis."