"Kau, Luhut! Jangan terlalu lama menggoreng bola. Â Ini permainan tim. Â Bukan main sendiri! Lihat posisi kawan. Â Segera oper bola ke teman yang berdiri bebas! Â Ini berlaku untuk kalian semua. Â Mengerti!"
"Mengerti, Gurunami!"
"Bagus! Â Minum dulu. Â Ingat! Minum secukupnya! Jangan pula lagi main kebelet kencing."
"Sebentar, Gurunami." Â Poltak berbisik sambil menggamit Guru Paruhum.
"Bah, apa pula kau, Poltak."
"Aku rasa, Gurunami, ada yang tak beres di sini. Â Tadi sebelum main, kulihat seorang guru SD Sibigo seperti membaca mantra. Â Lalu menaburkan sesuatu di kedua tiang gawang mereka."
"Maksudmu?"
"Kurasa, itu mantra penangkal gol, Gurunami. Makanya, semua tendangan pemain kita melenceng."
"Bah, mana ada yang macam itu, Poltak." Â Guru Paruhum antara percaya dan tak percaya.
"Jujur, Gurunami.  Tadi kulihat ada bayangan seseorang mondar-mandir di bawah gawang lawan.  Sepertinya dia  menjaga gawang agar tak kebobolan."
"Bah," Â Guru Paruhum mulai termakan omongan Poltak, "lalu, apa yang bisa kita lakukan untuk melunturkan mantra itu?"