Regu Jonder betul-betul terpuruk. Â Hanya berhasil sekali menangkap bola pukulan Gomgom. Nilai satu. Regu Poltak sudah enam. Jonder tampak geram. Sorot matanya mendendam.
Giliran Berta memukul bola. Inilah saat yang ditunggu-tunggu Jonder. Ini kesempatannya melampiaskan rasa sakit akibat terpuruk.
Jonder berjaga seperti macan lapar. Matanya tajam mengincar gerak-gerik Berta. Â Berta, ibarat anak rusa yang manis, tak menyadari bahaya yang mengintai. Tapi Poltak menyadari situasi genting itu.
Terjadilah petaka. Pukulan Berta tak sempurna. Bola menyusur tanah dengan kecepatan sedang. Jonder, macan lapar itu, dengan cepat menerkam bola. Lalu langsung memburu Berta yang sedang berlari ke Pos 1.
Jonder adalah macan sedangkan Berta anak rusa. Dalam sekejap, Jonder sudah berhasil menghadang Berta sebelum tiba di Pos 1.Â
Jonder mengambil ancang-ancang. Dia akan membantai Berta dengan satu lemparan bola terkeras ke arah dada. Berta berjongkok minta ampun, dengan wajah ketakutan.
"Jonder! Jangan!" Poltak berteriak keras. Tapi terlambat. Bola kasti dengan kecepatan tinggi telah menghunjam dada Berta. Berta jatuh telungkup, menangis, menahan rasa sakit tak terperi di dadanya. Â
"Jonder! Beraninya sama perempuan kau!" Poltak berteriak penuh amarah sambil berlari ke arah Jonder. Secepat kilat dia melompat dan mendaratkan satu tendangan tepat ke wajah Jonder.
Tak ampun lagi, Jonder terpelanting, jatuh terjajar di atas tanah lapang. Â Gigi serinya goyah, hidungnya mengucurkan darah segar.
Masih naik pitam, Poltak mencecar Jonder lalu mengayunkan satu sepakan ke arah perutnya. Tapi, sebelum sepakan Poltak mendarat di sasaran, tubuhnya mendadak terangkat ke udara.Â
"Poltak! Cukup!" bentak Guru Paruhum sambil mengangkat Poltak sehingga kepala mereka sejajar. Sorot matanya dingin, Â memadamkan nyala api di mata Poltak.Â