Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kegagalan Rocky Gerung dalam Ujaran "Jokowi Produk Gagal"

11 Maret 2021   12:49 Diperbarui: 12 Maret 2021   10:19 1742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Saya tidak membenci Pak Jokowi karena beliau adalah produk lokal bukan produk asing, walaupun produk gagal.” -Rocky Gerung [1] 

Ujaran itu disampaikan Rocky Gerung (RG), aktivis KAMI, menanggapi ajakan Presiden Jokowi untuk "cinta produk sendiri, benci produk asing." Ajakan itu disampaikan Presiden Jokowi dalam pembukaan Raker Kemendag dan kemudian Raker HIPMI. [2]

Dalam pola silogisme, ujaran RG itu sebagai berikut: Premis [1] Saya tidak membenci produk lokal (walaupun produk gagal); Premis [2] Pak Jokowi bukan produk asing; maka, Kesimpulan [3] Saya tidak membenci Pak Jokowi (walaupun produk gagal).

Saya akan tunjukkan dua bentuk kegagalan dalam ujaran RG itu. 

Pertama, kegagalan ujaran RG sebagai sebuah pernyataan (argumen) yang masuk akal (logis) karena faktor irrelevansi konsep.

Saya mulai dari konsep "produk." Produk adalah barang kongkrit dan atau abstrak bersifat tetap, disebut komoditas, yang dihasilkan melalui proses produksi yang bersifat teknis di bawah kendali manusia. Contohnya kolor lelaki (kongkrit) dan aplikasi internet (abstrak).

Nah, Pak Jokowi bukanlah "produk" seturut pengertian itu. Dia adalah mahluk hidup manusia yang lahir secara biologis. Lalu kemudian  tumbuh dan berkembang secara biologis dan sosiologis. Sosiologis di sini mencakup aspek-aspek sosial, budaya, ekonomi, dan politik.

Karena Pak Jokowi bukan produk, maka seluruh bangunan argumen RG langsung rubuh. Jelasnya, tidak berlaku untuk Pak Jokowi sebagai seorang manusia.

Tapi mungkin saja RG berkelit dengan mengatakan "Yang saya maksud adalah Pak Jokowi sebagai Presiden RI."  Baiklah, saya terima dia ngeles. 

Saya uji lagi argumennya. Benar, jabatan "Presiden RI adalah barang abstrak, hasil produksi dari sebuah proses politik Pilpres 2017. Karena jabatan itu produk, maka benar ada kemungkinan dua kualitas: bagus atau gagal.

Pertanyaannya, apakah Presiden (Jokowi) produk gagal dari sebuah Pilpres 2017? Tidak, dia adalah pemenang mutlak dan sah.  Dia produk sempurna, presiden sah menurut undang-undang dan peraturan perundangan. 

Pertanyaan lanjut, terkait jabatan Presiden RI, apakah relevan pembandingan "produk lokal" dan "produk asing."?  

Pada titik ini saya masuk pada irrelevansi penggunaan konsep "lokal" dan "asing."

Dalam UUD 1945  tegas dinyatakan bahwa Presiden RI adalah warga negara Indonesia (Pasal 6 ayat 1) yang dipilih langsung oleh rakyat (Pasal 6A ayat 1).  

Jadi jelas Presiden RI adalah produk (politik) lokal. Tak ada kemungkinan impor Presiden RI dari Cina atau Arab Saudi.  Karena itu tak ada relevansinya membanding Presiden Jokowi sebagai "produk lokal" dan "produk asing".

Dalam silogisma di atas, Premis [2] tak mungkin terjadi dan Premis [1] adalah kepastian (mutlak). Premis [2] itu dinegasikan Premis [1], sehingga sebenarnya hanya ada satu premis. Jika hanya ada satu premis, maka jelas tidak bisa ditarik satu kesimpulan logis.

Jelas ujaran RG tidak masuk akal karena mengandung madalah irrelevansi di dalamnya. Pertama irrelevansi penggunaan konsep "produk" dan irrelevansi pembandingan konsep "lokal" dan "asing".

Kedua,  kegagalan ujaran RG sebagai sebuah pernyataan (argumen) yang masuk akal (logis) karena faktor akontekstualitas.

Ujaran RG itu telah dicabut dari konteksnya, sehingga menjadi akontekstual, tanpa konteks. Hal itu sebenarnya sudah menjadi "metode" RG setiap kali mengritik ujaran Presiden Jokowi.

Konteks ujaran Presiden Jokowi -- cinta produk lokal benci produk asing -- adalah pemberian prioritas pada produk lokal (sendiri) ketimbang produk asing (impor) jika kualitas dan harga produk relatif setara atau bersaing. 

Jadi, pernyataan RG bahwa produk lokal harus bisa bersaing dengan produk asing dengan sendirinya tak relevan. Ini soal preferensi konsumen Indonesia yang cenderung "pro-asing" dengan alasan tertentu. Itu sebabnya Presiden Jokowi melobtarkan diksi "cinta" dan "benci". Ini sudah soal preferensi. Itu soalnya.

Begitupun, jika dalam ujaran lanjut RG bilang Presiden Jokowi adalah "manusia kontradiktif" (man of contradiction), maka dia sepenuhnya keliru. Sebagai presiden, Jokowi sangat konsisten dengan kebijakan prioritas penggunaan komponen dalam negeri dalam proyek-proyek nasional. Baru-baru ini seorang direktur Pertamiba telah dipecatnya lantaran mengimpor pipa yang bisa dibelu dalam negeri. 

Hanya jika produksi domestik tak mencukupi atau tak memenuhi syarat, maka impor produk asing harus dilakukan. Hal itu berlaku untuk misalnya kedele dan beras. Tentu akan ada pertanyaan, apakah misalnya produksi beras domestik tak mencukupi? Ya, tinggal hitung neraca produksi-konsumsi plus stok.

Saat RG mencabut ujaran Presiden Jokowi dari konteksnya yang bersifat khusus, lalu meletakkannya dalam konteks umum, maka dia sebenarnya sedang memainkan argumen "manusia jerami" (strawman argumen).  Dia bikin isu sendiri, lalu dia hajar isu itu, sampai dia merasa puas dan menang sendiri.

Dalam acara aduwicara Rossi itu Emmy Hafizd, salah seorang narawicara, sempat menyindir RG sebagai "produk gagal, intelektual gagal." Saya tak hendak mengatakan begitu. Tapi jelas, sependek pemahaman saya, ujaran atau argumen RG itu cacat logika, tidak masuk akal sehat.

Jika artikel ini saya kategorikan humor, maka itu karena saya tertawa geli mendengar ujaran RG yang kocak itu.  Bagi saya, RG adalah seorang komedian berbasis sains, yang jerap melontarkan lelucon-lelucon pseudo-sains yang cerdas dan menghibur. 

Pak Jokowi, saya pikir, juga selalu terbahak saat mendengar kritik pseudo-sains RG terhadapnya, sebagai persona ataupun presiden. Bangsa ini, bagaimana pun juga,  memerlukan kehadiran seorang penghibur cerdas. (*)

 

Rujukan:

[1] Acara aduwicara Rossi, "Jokowi: Miras Batal, Benci Produk Asing", Kompas TV, 5 Maret 2021.

[2] "Jokowi:  Gaungkan Benci Produk Asing!" detik.com, 4/3/2021; "Benci Produk Asing, Jokowi: Gitu Aja Ramai", okezone.com, 5/3/2021.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun