Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Mengulik Kekacauan Tata Bahasa Admin Kompasiana

10 Maret 2021   14:39 Diperbarui: 10 Maret 2021   21:28 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Admin K/Kompasiana

"Doyan sama makanan Korea? Meneladani Artijo Alkostar. Cuti bersama dipotong." - Admin Kompasiana

Daeng Khrisna Pabichara, nabi munsy negeri Kompasiana, sedang kejang-kejang lalu pingsan gegara naik pitam.  Pasalnya, dia baru saja menganggit dan mengagihkan artikel yang menyindir lakon keminggris Admin(istratur) K(ompasiana).  Eh, ndilalah, seolah meledek, Admin K menongolkan lagi artikel topil dengan judul "Pengin Resign, Deh!"  Bukan Daeng Khrisna namanya kalau tak naik pitam lalu pingsan setelah membaca judul itu.

Tenang. Itu cuma imajinasiku.  Faktanya tidak begitulah.  Paling juga Daeng Khrisna menjerit kepada awan hitam di langit timur.  "Kenapa kau sembunyikan fajarku!"  Itu pun kalau dia hafal mata angin.

Jadi, ya, sudahlah.  Kompasiana itu adalah pasar murni dalam batas pengertian kapitalisme.  Tempat Admin K, melalui otak dan jemari  Kompasianer, menjual apa saja yang sedang tren dan laku keras. Demi peringkat dan pemasukan iklan untuk Admin K serta  demi popularitas, kepuasan, dan sedikit Imbalan K (K-Rewards) untuk Kompasianer. 

Sedikit Imbalan K? Ya, begitulah. Demi pendapatan setinggi mungkin, pekerja (K'ner) sedapat mungkin dibayar serendah mungkin oleh majikan (Admin K). Lagi pula Kompasianer adalah pekerja sukarela. Untuk membesarkan hatinya, Admin K lalu memberi status verifikasi hijau dan biru, serta pangkat mulai dari debutan (kopral)  sampai maestro (jenderal besar ).

Karena Kompasiana adalah pasar kata-kata, maka yang harus dijual adalah kata-kata yang sedang tren dan laku keras.  Semacam ghosting, bluffing, rating, self rewards, resign, dan lain sebagainya itu. Itu bahasa pasar(an). 

Jadi mau bilang apa lagi.  Admin K itu digaji untuk menjaring uang, bukan untuk menjaga Bahasa Indonesia.  Jangan ingat itu, Daeng Khrisna.

***

Itu tadi pengantar ngawur berbumbu uneg-uneg. Bukan ditujukan kepada Admin K.  Tapi kepada nabi munsyi Daeng Khrisna sorangan.  Bukan untuk menasihati sang nabi. Mana bisa?  Cuma untuk ngeledek aja.  Puas dah, gue!

Admin K tenang bae. Saya takkan mengritik tren keminggris itu.  Saya paham kok konteksnya.  Juga paham posisi Admin K dalam struktur Grup Kompas-Gramedia.

Lagi pula saya kan sudah janji tidak akan mengritik Admin K tahun ini. (Jangan ada yang kasitau saya sudah pernah sekali melanggar janji itu.)  Itu sebabnya dalam judul ini saya gunakan kata "mengulik", bukan "mengritik".  Erti keduanya berbeda satu sama lain, walau tujuannya sama saja. (Nah, lo!)

Saya hanya ingin mengulik ikhwal tata bahasa yang digunakan Admin K dalam penjudulan artikel-artikelnya.  Tata Bahasa Indonesia, maksudku. Bukan Bahasa Inggris.  Saya hendak ulik tiga contoh judul saja dari artikel pengantar topil (topik pilihan).

Satu: "Doyan Sama Makanan Korea?"

Kalau saya mengunakan pola pikir Saminis (dalam arti kritis), maka judul itu akan saya artikan "Doyan serupa makanan Korea?" atau "Doyan berbarengan makanan Korea?"  Sebab dalam kbbi.net.id tertulis erti "sama" adalah "(1)  serupa (halnya, keadaannya, dan sebagainya); tidak berbeda; tidak berlainan, (2) berbarengan; bertepatan , (3) sepadan; seimbang; sebanding; setara.

Sebenarnya apa maksud Admin K dengan judul seperti itu.   Saya kutipkan paragraf pertama dalam artikel  itu:  "Adakah di antara kamu yang suka jajan tteokbokki, eomuk, kimchi, kimbab, dan ayam goreng ala Korea? Atau kamu lebih suka makan mie instannya alias ramyeon ala Korea yang punya banyak varian rasa?"  

Ah, jadi maksudnya menanyakan kedoyanan (ke)pada makanan Korea.  Kalau begitu, mengapa tidak ditulis "Doyan Pada Makanan Korea?" Atau lebih pendek lagi, "Doyan Makanan Korea?" 

Penyisipan kata "sama" dalam judul itu meneladan ragam bahasa pasaran.  Semisal, "Aku suka sama kamu."   Itu penggunaan kata "sama" yang salah kaprah.  Tapi, ya, itulah.  Orang yang mendapat ucapan itu ternyata membalas, "Aku benci sama kamu."  Aih, saling mengerti, tapi tak nyambung, kawan.

Foto: Admin K/Kompasiana
Foto: Admin K/Kompasiana

Dua:  "Meneladani Artidjo Alkostar"

Saya mengartikan judul itu begini.  Ada orang atau orang-orang yang memberi teladan kepada Artidjo Alkostar.  Sebab dalam kbbi.web.id ditulis arti "meneladani" adalah "memberi teladan."  

(Catatan, arti kedua "meneladani" dalam kbbi.web.id adalah "mengambil teladan".  Ini seratus persen ngaco.  Bagaimana mungkin satu kata memiliki dua arti yang bertolak-belakang? )

Setelah membaca artikel-artikel khusus topil itu, ternyata yang dimaksud adalah mengambil teladan dari perihidup almarhum Artidjo Alkostar, hakim agung yang terkenal lurus jujur itu.  Kalau itu maksudnya, mengapa tak ditulis "Meneladan Artidjo Alkostar?"  Dalam kbbi.web.id ditulis erti "meneladan" adalah "mencontoh; meniru".

Tapi memang Admin K sudah salah kaprah dari sono. Pada paragraf kedua artikel itu ditulis, "Kompasianer, bagaimana melihat seorang Artidjo? Adakah yang  bisa kita teladani dari sosok ini?" Kalimat terakhir ini keliru, jika merujuk pada pola umum semacam "cintai, memberi cinta; marahi, memberi amarah; patuhi, memberi sikap patuh."

Kalimat "Adakah yang bisa kita teladani dari sosok ini?" mestinya ditata sebagai "Adakah teladan yang bisa kita ambil dari sosok ini?"  Sebab frasa "teladani dari sosok ini" mengandung kontradiksi.  Jika dianalisis maka frasa itu menjadi "memberi teladan dari sosok ini."  Aih, Daeng Khrisna pingsan untuk kedua kali.

Foto: Admin K/Kompasiana
Foto: Admin K/Kompasiana

Tiga: "Cuti bersama dipotong"

Apakah cuti atau cuti bersama bisa dipotong?  Dalam kbbi.web.id ditulis erti "cuti" adalah (1) meninggalkan pekerjaan beberapa waktu secara resmi untuk beristirahat dan sebagainya (2) libur; vakansi. Cuti adalah kata kerja.  Jadi?  Apanya yang dipotong di situ?  

Paragraf pertama artikel Admin K itu menyebut, "Pemerintah akhirnya memutuskan untuk memotong cuti bersama tahun 2021, dari 7 hari hanya tinggal 2 hari, yaitu dalam rangka Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah pada 12 Mei dan Hari Raya Natal 2021 pada 24 Desember."  Ah, maksudnya ternyata memperpendek masa cuti bersama tahun 2017 dari 7 hari menjadi hanya 2 hari.

Lha, kalau itu maksudnya, mengapa tak ditulis "Masa cuti bersama dipersingkat."  Atau, "Masa cuti bersama diperpendek."  Cuti sebagai masa (waktu) bisa dipersingkat.  Tapi cuti sebagai kegiatan (kata kerja) tidak bisa dipersingkat, apalagi dipotong. Kecuali dipotong menjadi "cut" (Bahasa Inggris).

***

Tiga contoh judul artikel bikinan Admin K itu cukuplah untuk menunjukkan bahwa Admin K juga manusia, bisa salah bisa alpa.  Admin K  doyan mengoreksi judul artikel tajaan Kompasianer.  Tapi terkadang alpa mengoreksi judul artikel tajaan sendiri.  Manusiawi banget itu.

Saya jadi paham mengapa orang seperti Daeng Khrisna tidak diminta untuk menjadi Admin K. Selain sudah terlalu tua, dia terlalu korektif, sehingga akan keteteran melawan mesin Kompasiana.  Admin K harus kerja cepat dan tepat. Kalau salah, ya, manusiawilah.  

Lagi pula unjuk tata bahasa Admin K itu mencerminkan unjuk tata bahasa kaum milenial. Ingat, Sensus Penduduk 2020 menununjukkan kaum milenial mengisi 26 persen dari 270 juta jiwa penduduk Indonesia. Sementara Generasi Z ada 28 persen. Generasi X cuma 21 persen, sedangkan Baby Boomer tinggal 12 persen.  Sisanya, 11 persen,  Post Generasi Z.

Jadi, sudahlah, Indonesia ini memang di bawah kuasa Milenial dan Gen Z.  Begitupun Kompasiana. Karena itu Gen X dan Baby Boomer mohon tahu diri. Menasihati dan memarahi boleh. Tapi gak usah pake pingsan juga kale.(*)

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun