Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Poltak #041] Naik Delapan Belas, Tinggal Dua

2 Maret 2021   17:23 Diperbarui: 2 Maret 2021   17:49 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seketika tangis Togu berhenti.  Matanya, walau banjir air mata, memancarkan sinar bahagia.  Sepatu spartakus terbayang di depan mata.  Tahun depan.

Anak kecil memang tak terduga.  Bukan tinggal kelas  yang membuat mereka bersedih hati.  Melainkan rasa sakit yang akan dialami akibat tinggal kelas.  Itulah yang membuat mereka menangis.

Sebenarnya di SD Hutabolon naik ke kelas dua atau tinggal di kelas satu tak ada bedanya secara spasial.  Kelas satu dan kelas dua masih tetap duduk di bangku yang yang sama di bagian depan gedung gereja HKBP Hutabolon.  Mereka juga tetap diajar oleh guru yang sama, Guru Barita.

Bedanya hanya soal waktu sekolah dan materi pelajaran. Kelas satu masuk pukul 07.00 - 10.00 WIB.  Kelas dua pukul 10.00 - 13.00 WIB.  Lalu, materi pelajaran setingkat lebih tinggi untuk kelas dua.  

Di antara delapanbelas murid yang naik kelas,sudah pasti tersebut nama a sekawan  Binsar dan Bistok.  Bertiga dengan Poltak,  mereka kini sama-sama kelas dua SD.  Itu sesuai dengan Perjanjian Hariara Hapuloan.  Mereka akan senantiasa setia kawan, kompak,  dalam untung dan malang. Beruntung  naik kelas bukanlah kemalangan.

"Bah, bakalan tiga tahun aku duduk di bangku yang sama,"  keluh Binsar. Bistok manggut-manggut mengiyakan. Mereka berdua senasib.

"Aku rasa di bangku itu sudah ada cetakan pantat kalian," celetuk  Poltak. 

"Hah! Cetakan pantat Bistok paling lebar," Binsar menyambar umpan.

Tiga sekawan itu tertawa geli terpingkal-pingkal.   Mereka sedang dalam perjalanan pulang ke rumah.  Dengan rapor naik kelas di tangan. Langkah kaki mereka enteng seringan kembang ilalang tertiup angin di padang.

"Selama pakansi kita mengumpul buah makadamia saja.  Lumayan dijual ke Kehutanan.  Uangnya bisa buat tambahan beli baju Natal dan Tahun Baru." Poltak menawarkan ide kerja liburan.

Pegawai Kehutanan memang sedang sibuk membeli  buah makadamia tua lewat seorang  makelar dari Kampung Sorpea.  Anak-anak Sorpea dan Panatapan tinggal mengumpulkan buah jatuhan dari sabuk hijau pohon makadamia di sepanjang sisi barat jalan raya Trans-Sumatera.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun