Memang itulah hukuman bagi delapan anak nakal. Menadah cret-crot tahi walet tepat di wajah mereka. Hukuman dari walet gereja.
Plok, plek, pluk. Tak perlu menunggu terlalu lama. Wajah delapan anak itu telah berubah menjadi kakus burung walet. Mereka kini berbedak guano. Seratus persen alami.
Riuh gelak-tawa murid-murid kelas satu, dua, dan tiga, yang berlarian masuk kelas selepas senam pagi. Mereka menertawai delapan wajah berbedak tahi walet.
Poltak belum pernah merasa semalu pagi itu. Di antara anak-anak yang bergelak riuh itu, ada pula seseorang yang tawanya sabgat nyata dengan lengking menikam perih gendang telinga. Berta!
"Pantaslah aku tadi malam mimpi digigit babi. Malu besar inilah maksudnya." Batin Poltak, merutuki nasib sialnya di pagi hari. (Bersambung)
Â
Â
                                                                                                                 Â
Â
Â
Â