"Perang melawan walet? Otak dungu kalian itu yang harus diperangi. Bukan walet!"
Delapan anak semakin terdiam, semakin tertunduk, semakin kembut.
"Kalian tahu untuk apa Tuhan menciptakan burung walet?" Retoris. Pertanyaan itu hanya mungkin dijawab seseorang yang telah bertungkus-lumus dengan Bibel dan, memang, benarlah begitu.
 "Untuk memangsa hama belalang, agar padi dan jagung bapakmu tidak puso!"
Guru Gayus mulai membuka Bibel saktinya. Firman. Tuhan segera turun. Delapan anak mulai gemetar.
"Berfirmanlah Tuhan kepada Musa: 'Ulurkanlah tanganmu ke atas tanah Mesir mendatangkan belalang dan belalang akan datang meliputi tanah Mesir dan memakan habis segala tumbuh-tumbuhan di tanah, semuanya yang ditinggalkan oleh hujan es itu.' Keluaran Sepuluh ayat duabelas!" Â
"Kalian tahu sekarang akibatnya kalau Tuhan tidak menciptakan burung walet? Kalian akan mati kelaparan!"Â
Poltak terpana. Tak pernah terbetik di benaknya, Tuhan menciptakan burung walet untuk mencegah bencana kelaparan. Â Walet juru selamat.Â
"Kalian telah memerangi juru selamat. Karena itu harus dihukum. Â Baris rapat di tangga!" Guru Gayus menunjuk ke arah tangga semen gereja.
"Poltak, Binsar, Bistok dan Jonder di anak tangga pertama. Lainnya di anak tangga kedua. Semua mendangak. Lihatlah burung-burung walet terbang di langit!"
Ada pun anak tangga pertama dan kedua itu penuh dengan bercak-bercak hitam-putih. Kotoran burung-burung walet yang cret-crot saat mereka lepas landas dari menara gereja.