Secara keseluruhan, dihitung sejak proses riset penciptaan varietas padi, perlu waktu sekitar 6-7 tahun sebelum Poltak dapat mengunyah sesuap nasi sambil matanya kerjap-kerjap nikmat. Poltak takjub karena, ternyata, Â begitu banyak pihak yang telah mengorbankan begitu banyak pikiran, tenaga, biaya, dan waktu hanya demi mengantarkan sesuap nasi ke dalam mulutnya.
Poltak tiba pada kesadaran bahwa sesuap nasi itu ternyata sungguh mahal harganya. Â Karena itu, dia tak hendak menyisakan nasi di piringnya, walau itu hanya sebutir.
***
Mungkin  ada yang bertanya, "Seberapa mahalkah biaya penciptaan satu varietas unggul padi?"  Sebagai gambaran saja, saya akan coba babar pengalaman pribadi, sebagai insan perbenihan di Indonesia.
Biaya penciptaan varietas di sini adalah total biaya yang dibelanjakan untuk menghasilkan satu varietas unggul padi yang lulus sidang pengujian dan dilepas oleh Kementerian Pertanian. Â Biaya itu meliputi biaya bahan dan alat, jasa pemulia, sewa tanah, biaya uji multilokasi, biaya pelepasan varietas, dan biaya tetap (overhead cost).Â
Total  biaya itu akan bervariasi dari satu ke lain lembaga pemulia.  Sebagai contoh, biaya penciptaan varietas oleh BB Padi lebih mahal dibanding oleh Batan.  Hal itu dimungkinkan karena Batan mampu memangkas waktu proses pemuliaan melalui penggunaan teknologi nuklir.  Sementara BB Padi menerapkan teknologi pemuliaan konvensional (persilangan). Â
Contohnya padi unggul hasil teknik nuklir adalah Inpari Sidenuk (Inbrida Padi Irigasi Si Dedikasi Nuklir) Â yang dilepas tahun 2011. Varietas unggul baru ini diperoleh melalui penggunaan teknologi mutasi iradiasi, dengan penyinaran sinar gamma.
Perkiraan biaya pemuliaan satu varietas padi unggul itu, menurut pengalaman saya di perbenihan, berkisar antara Rp 1 milyar  sampai Rp 2 milyar. Ini berpangkal pada pengalaman membantu satu perusahaan membeli hak cipta satu varietas padi unggul senilai Rp 1.25 milyar tahun 2016.  Awalnya ditawarkan Rp 1.5 milyar.
Biaya tidak hanya berhenti pada pembelian varietas. Â Tapi juga untuk penangkarannya, mulai dari FS, SS, sampai ES. Â Rata-rata biaya per hektar sekitar Rp 25 juta, termasuk sewa tanah di dalamnya. Â Jika luas penangkaran ES, sebagai contoh, 1,000 ha, maka perlu biaya Rp 25 milyar. Tidak murah, bukan?
***
Kesadaran bahwa sesuap nasi itu sungguh mahal merupakan kesadaran baru bagi Poltak. Â Selama ini dia berpikir bahwa harga nasi itu berbanding lurus dengan harga per kilogram beras. Â Semakin mahal harga beras, semakin mahal harga nasi. Â Paling murah beras bantuan, dulu disebut beras-miskin (raskin). Â Paling mahal beras khusus impor, misalnya beras Jepang.