Jalan panjang sesuap nasi itu dimulai dari riset penciptaan varietas oleh BB Padi.  Metoda penciptaaan paling lazim adalah  persilangan dua tetua unggul.  Misalnya tetua padi pulen dan tetua padi produktivitas tinggi.Â
Setelah lewat proses persilangan, seleksi, dan pengujian yang lama, selama 2-3 tahun, terciptalah satu varietas padi unggul. Varietas padi dengan rasa nasi pulen dan produktivitas tinggi, sesuai harapan.
Varietas itu kemudian akan diuji oleh BBN/PPVT, dalam satu sidang pelepasan varietas. Kalau lulus, varietas akan dilepas oleh Menteri Pertanian dengan sebuah Surat Keputusan. Artinya, varietas itu boleh dikomersilkan.
Begitulah proses lahirnya varietas-varietas padi unggul yang umum diadopsi petani kini. Semisal padi IR 64, Cisadane, Ciherang, Situbagendit, Mamberamo, dan Inpari.Â
Proses penemuan dan pelepasan varietas padi unggul baru itu, secara jeseluruhab, Â bisa makan waktu 3-4 Â tahun. Hasilnya adalah kelas Benih Penjenis (Breeder Seed/BS), benih indukan hasil kerja para pemulia (breeder). Â Jumlahnya hanya beberapa sampai belasan kilogram. Kelas benih ini diberi Label Kuning.
Benih kelas BS ini, oleh BB Padi, Â kemudian digandakan menjadi kelas Benih Dasar (Foundation Seed/FS). Â Benih kelas FS itu harus disertifikasi secara ketat oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB). Â Jumlahnya bisa mencapai puluhan sampai ratusan kilogram. Â Kelas benih ini diberi Label Putih.
Selanjutnya benih kelas FS akan ditangkarkan oleh BB Padi dan balai benih daerah. Atau oleh perusahaan perbenihan tertentu, misalnya PT Sang Hyang Seri. Hasilnya adalah kelas Benih Pokok (Stock Seed/SS) dengan Label Ungu. Â Jumlahnya bisa mencapai puluhan ton.
Benih kelas SS ini kemudian harus ditangkarkan lagi untuk mendapatkan kelas Benih Sebar (Extension Seed/ES). Â Kegiatan penangkarannya lazim dilakukan perusahaan benih, baik BUMN maupun swasta, di bawah pengawasan dan sertifikasi BPSB. Â
Benih kelas ES, dengan Label Biru, itulah kelas benih bersertifikat yang didistribusikan atau dijual kepada petani. Jumlahnya kini mencapai sekitar 150,000 ton per tahun di seluruh Indonesia. Itu baru sekitar 50 persen dari kebutuhan nasional.
Total waktu yang diperlukan oleh BS untuk menjadi ES, jika prosesnya sudah mantap, paling cepat 4 musim tanam atau 2 tahun. Untuk menghasilkan BS, perlu waktu 3-4 tahun.  Jadi, secara keseluruhan, perlu waktu sekitar  5-6 tahun sebelum benih kelas ES sampai ke tangan petani. Â
Petani kemudian menanam ES selama semusim (6 bulan).  Hasilnya dijual ke tengkulak, lalu ke penggilingan beras. Kemudian  ke pedagang besar beras dan pengecer lalu,  terakhir, konsumen rumahtangga.  Proses terakhir ini makan waktu sekitar 6 bulan juga.  Jadi, perlu waktu sedikitnya 1 tahun agar gabah petani tiba dalam bentuk beras di dapur keluarga Poltak.