"Begini aturannya. Â Adu gulat tiga ronde. Â Siapa yang jatuh ke tanah, dia kalah." Â Poltak menetapkan aturan main.
"Setuju!" Bistok berteriak. Â Polmer diam, tampak ragu. Â Atau, mungkin, kembut pada Bistok.
"Polmer? Setuju? Â Sudah, kau setuju saja!" Â Poltak mengambil keputusan, sambil mendorong Polmer ke tengah arena. Â Dia akan bertindak sebagai wasit.
Anak-anak yang lain, sepuluh orang, Â berdiri melingkar siap menonton dan menyemangati. Setengahnya penyorak Bistok, setengah lagi penyorak Polmer.
Bistok dan Polmer berhadap-hadapan di tengah arena. Â Keduanya siap tempur.
"Satu! Dua! Tiga!" Â Poltak memberi aba-aba.
Bistok dan Polmer segera beradu kuat seperti dua ekor kerbau jantan. Â Saling piting, berusaha menjatuhkan lawan.Â
"Bistok! Polmer! Bistok! Polmer!" Â Sorak-sorai pendukung silih berganti menyemangati jagoannya.
Gedebuk! Â Ronde pertama selesai. Â Polmer tergeletak di tanah dalam pitingan Binsar. Â Poltak segera memisahkan keduanya. Â Bersiap untuk ronde kedua.
"Satu! Dua! Tiga!"
Bistok dan Polmer saling piting lagi. Â Berusaha keras saling-menjatuhkan. Â Di tengah sorak-sorai pendukung masing-masing.