Guru Gayus, guru agama, memimpin doa: "Aku anak kecil, buatlah hatiku bersih. Â Hanya Engkau Yesus, selamanya sahabatku satu-satunya."
"Lipat tangan! Satu, dua, tiga, empat!"
Hanya perintah Guru Barita itu yang mampu membuat Poltak melupakan Spartakus dan es ganefo. Sebab kalau Guru Barita sudah berbicara, murid harus menyimak baik-baik. Silap sedikit, tak bisa jawab pertanyaan, telapak tangan atau betis pasti bebirat merah kena sabetan lidi tunggal. Â
"Pagi ini kita belajar menulis huruf a-b-c-d-e. Siapkan buku tulis dan pensil masing-masing."
"Permisi, Gurunami." Si Jonder, salah seorang murid laki, unjuk telunjuk.
"Kenapa kau, Jonder!"
"Aku sakit perut, Gurunami. Mau ke semak-semak dulu."
"Bah! Belum belajar sudah sakit perut. Kebanyakan makan ubi jalar kau itu. Cepat sana. Hati-hati!"
Jonder berlari ke luar ruangan. Â Lalu menghilang ke semak-semak di bukit yang berada di belakang gereja.Â
Sebagaimana umumnya warga setempat, dia buang hajat di balik rerimbunan semak-semak. Untuk keperluan cebok, lazim digunakan daun perdu Simarhuting-huting, daun kopasanda. Â
"Pak Guru tulis huruf a-b-c-d-e di papan tulis. Anak-anak salin di buku tulis." Â