"Mmh, mmh." Â Poltak memegangi dagunya dengan tangan kiri sambil menunjuk mulutnya dengan tangan kanan. Â Neneknya mendekat untuk melihat apa yang terjadi.
"Makanya jangan congok! Â Makan gula tarik langsung digigit semua. Lekatlah itu mulutmu. Rasakan!" Nenek Poltak mengomel. Â
Rupanya tanpa sadar, karena terpukau pada peti mati, Poltak langsung memasukkan segumpal gula tarik ke dalam mulut dan menggigitnya. Â Dampaknya seperti lem kayu dalam mulut. Â Gigi atas menempel ke gigi bawah, sehingga rahangnya tak bisa dibuka.
"Auuu!" Â Poltak menjerit, meraung, kesakitan saat neneknya menarik gula tarik itu dari mulutnya. Dia merasakan sakit tak terperi pada gusi atasnya.
"Ini, ambil gigimu. Â Congok!" Â Neneknya menyodorkan gula tarik berhias sebuah gigi seri kepada Poltak. Jengkel hatinya tapi juga bersyukur. Karena gigi cucunya sudah copot.
Kejadiannya memang konyol tapi inspiratif. Rupanya gigi seri Poltak yang sudah goyah menempel pada gula tarik. Gigi itu lalu ikut terbawa saat neneknya menarik karamel sialan tadi dari mulutnya. Ini terbilang serendipitas, temuan tak terduga metode cabut gigi.
"Sana, naik ke rumah. Â Ambil air untuk kumur-kumur!" Tidak ada ampun dari nenek Poltak. Jangan kata belaian. "Cepat!"
Poltak buru-buru berlari menaiki tangga. Panik, hilang konsentrasi, kaki kanannya terpeleset di anak tangga.
"Matilah kau!" Â Neneknya berteriak. (Bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H