Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tak Ada 17 Agustus 2020 di Gang Sapi Jakarta

17 Agustus 2020   20:16 Diperbarui: 18 Agustus 2020   07:46 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Poltak jemu menunggu Pak RT Gang Sapi, Jakarta Selatan. Sudah enam hari berlalu sampai hari ini 17 Agustus 2020. Tak datang juga dia dengan amplop kosong dan daftar nama penyumbang dana acara  17 Agustus. Itu tradisi yang berlaku di Gang Sapi.

Pagi-pagi benar, Poltak keluar melongok situasi Gang Sapi. Betapa sepinya.  Tidak ada rumbai-rumbai merah-putih simpang-siur menghias gang. Hanya ada umbul-umbul dari kelurahan terpancang di kiri kanan gang.  Lalu baliho ucapan Dirgayahu Republik Indonesia digantung pada dinding mesjid di ujung gang.  

Aspal gang juga bersih dari cat marka lajur, awal, dan akhir lomba-lomba Agustusan. Biasanya di situ dibikin arena aneka lomba yang diikuti anak-anak. Antara lain balap kelereng dalam sendok, mancing botol,  balap karung, makan kerupuk, rebutan koin berjigong, dan pecah balon.

Pada 17 Agustus tahun-tahun lalu, Gang Sapi itu meriah dengan hiasan bernuansa merah-putih.  Pita plastik merah-putih dan kemasan plastik air mineral dicat merah-putih dibentang simpang-siur sepanjang gang. Di kiri-kanan gang tak hanya dipancang umbul-umbul, tapi juga dibentang memanjang kain bendera merah-putih.

Lalu, siang sampai sore hari, di arena yang sudah disiapkan malam sebelumnya, anak-anak riuh ikut aneka lomba.   Ibu-ibu, bapak-bapak, dan muda-mudi Gang Sapi ramai menonton, sambil teriak-teriak menyemangati. Muda-mudi lazim saling lirik. Janda dan duda juga diam-diam larak-lirik sana-sini. Semua gembira, semua bahagia.

Situasi Gang Sapi tanggal 24 Agustus 2018, masih meriah dengan hiasan 17 Agustus (Dokumentasi Pribadi)
Situasi Gang Sapi tanggal 24 Agustus 2018, masih meriah dengan hiasan 17 Agustus (Dokumentasi Pribadi)
Pak RT tak datang jua minta dukungan dana, pertanda tidak ada keramaian17 Agustus kali ini. Memang demikianlah. Sampai sore Gang Sapi tetap sepi. Tidak ada lomba-lomba. Tidak ada teriakan riuh-rendah.  Tidak ada keceriaan anak-anak sekali setahun.

Tidak ada 17 Agustus 2020 di Gang Sapi. Pandemi Covid-19 telah merenggutnya dari pelukan anak-anak.  Para orangtua tak berdaya untuk mengambilnya kembali dan memberikannya kepada anak-anak.  Anak-anak yang tak tahu menahu relasi Agustusan dan pandemi.

"Memang ditiadakan, Pak. Protokol Covid-19. Gak boleh rame-rame," jawab Pak RT lewat WA ketika Poltak menanyakan ikhwal Agustusan itu. Ya, Gang Sapi memang masuk Zona Merah dalam peta Aplikasi PeduliLindungi. 

Tempo-tempo, di malam hari, ada patroli petugas yang menyisir gang untuk membubarkan kelompok-kelompok gosip.  

"Sebaiknya memang begitu," pikir Poltak sambil mengikuti Upacara Peringatan Ulang Tahun Ke-75 Kemerdekaan RI yang disiarkan langsung dari Istana Negara. Sebuah upacara yang minimalis, sepi, jauh dari kemegahan dan keriang-riaan. 

Suasana Upacara Peringatan HUT Kemerdekaan Ke-75 RI pada 17 Agustus 2020 di Istana Negara (Foto: setneg.go.id)
Suasana Upacara Peringatan HUT Kemerdekaan Ke-75 RI pada 17 Agustus 2020 di Istana Negara (Foto: setneg.go.id)
Yang terasakan hanyalah suasana krisis dan keprihatinan mendalam. Mengingatkan bangsa dan negara ini belum lepas juga dari "penjajahan" Covid-19.

Barangkali, upacara Peringatan HUT ke-75 Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 2020 ini harus dimaknai sebagai momentum pernyataan rasa krisis dan keprihatinan nasional, terkait pandemi Covid-19.  

Pemerintah Pusat sudah memanggungkan  rasa krisis dan keprihatinan, dengan menggelar upacara yang bersahaja, sebagai teladan bagi segenap warga negara. Demi menaklukkan Covid-19,  kita memang harus mengorbankan kemegahan, tapi tak boleh kehilangan makna sebuah perayaan.

"Jika negara saja hanya menggelar upacara yang sahaja, maka mengapa pula warga Gang Sapi harus bersedih karena 17 Agustus tidak datang seperti biasanya?" Gumam Poltak dalam hati. 

Tidak memperingati HUT kemerdekaan secara riuh-rendah, tidak berarti  kita kehilangan kemerdekaan itu, bukan?

Suasana pesta pernikahan seorang pejabat kepolisian di masa pandemi Covid-19, contoh kemiskiban sosial (Foto dari: mediaindonesia.com)
Suasana pesta pernikahan seorang pejabat kepolisian di masa pandemi Covid-19, contoh kemiskiban sosial (Foto dari: mediaindonesia.com)
Memang bangsa ini harus mengentas dari kemiskinan sosialnya, agar bisa menaklukkan pandemi Covid-19.  Jika kemiskinan sosial masih menggejala nyata, ditandai rendahnya emosi sosial, tanggungjawab terhadap kemaslahatan sesama dan bersama, maka sulit berharap pandemi cepat berlalu.

"Apa sih kemiskinan sosial itu? Apa hubungannya dengan pandemi Covid-19?" tanya Poltak bernafsu. 

Wah, memang susah bicara dengan Poltak, si lelet mikir itu. Lain kali saja dijelaskan lagi. Artikel ini hanya berkisah soal absennya 17 Agustus di Gang Sapi Jakarta.

Saya pikir, tak ada lagi yang perlu disampaikan di sini kecuali satu kata: MERDEKA!(*)
 
 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun