Poltak jemu menunggu Pak RT Gang Sapi, Jakarta Selatan. Sudah enam hari berlalu sampai hari ini 17 Agustus 2020. Tak datang juga dia dengan amplop kosong dan daftar nama penyumbang dana acara  17 Agustus. Itu tradisi yang berlaku di Gang Sapi.
Pagi-pagi benar, Poltak keluar melongok situasi Gang Sapi. Betapa sepinya. Â Tidak ada rumbai-rumbai merah-putih simpang-siur menghias gang. Hanya ada umbul-umbul dari kelurahan terpancang di kiri kanan gang. Â Lalu baliho ucapan Dirgayahu Republik Indonesia digantung pada dinding mesjid di ujung gang. Â
Aspal gang juga bersih dari cat marka lajur, awal, dan akhir lomba-lomba Agustusan. Biasanya di situ dibikin arena aneka lomba yang diikuti anak-anak. Antara lain balap kelereng dalam sendok, mancing botol, Â balap karung, makan kerupuk, rebutan koin berjigong, dan pecah balon.
Pada 17 Agustus tahun-tahun lalu, Gang Sapi itu meriah dengan hiasan bernuansa merah-putih. Â Pita plastik merah-putih dan kemasan plastik air mineral dicat merah-putih dibentang simpang-siur sepanjang gang. Di kiri-kanan gang tak hanya dipancang umbul-umbul, tapi juga dibentang memanjang kain bendera merah-putih.
Lalu, siang sampai sore hari, di arena yang sudah disiapkan malam sebelumnya, anak-anak riuh ikut aneka lomba. Â Ibu-ibu, bapak-bapak, dan muda-mudi Gang Sapi ramai menonton, sambil teriak-teriak menyemangati. Muda-mudi lazim saling lirik. Janda dan duda juga diam-diam larak-lirik sana-sini. Semua gembira, semua bahagia.
Tidak ada 17 Agustus 2020 di Gang Sapi. Pandemi Covid-19 telah merenggutnya dari pelukan anak-anak. Â Para orangtua tak berdaya untuk mengambilnya kembali dan memberikannya kepada anak-anak. Â Anak-anak yang tak tahu menahu relasi Agustusan dan pandemi.
"Memang ditiadakan, Pak. Protokol Covid-19. Gak boleh rame-rame," jawab Pak RT lewat WA ketika Poltak menanyakan ikhwal Agustusan itu. Ya, Gang Sapi memang masuk Zona Merah dalam peta Aplikasi PeduliLindungi.Â
Tempo-tempo, di malam hari, ada patroli petugas yang menyisir gang untuk membubarkan kelompok-kelompok gosip. Â
"Sebaiknya memang begitu," pikir Poltak sambil mengikuti Upacara Peringatan Ulang Tahun Ke-75 Kemerdekaan RI yang disiarkan langsung dari Istana Negara. Sebuah upacara yang minimalis, sepi, jauh dari kemegahan dan keriang-riaan.Â
Barangkali, upacara Peringatan HUT ke-75 Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 2020 ini harus dimaknai sebagai momentum pernyataan rasa krisis dan keprihatinan nasional, terkait pandemi Covid-19. Â
Pemerintah Pusat sudah memanggungkan  rasa krisis dan keprihatinan, dengan menggelar upacara yang bersahaja, sebagai teladan bagi segenap warga negara. Demi menaklukkan Covid-19,  kita memang harus mengorbankan kemegahan, tapi tak boleh kehilangan makna sebuah perayaan.
"Jika negara saja hanya menggelar upacara yang sahaja, maka mengapa pula warga Gang Sapi harus bersedih karena 17 Agustus tidak datang seperti biasanya?" Gumam Poltak dalam hati.Â
Tidak memperingati HUT kemerdekaan secara riuh-rendah, tidak berarti  kita kehilangan kemerdekaan itu, bukan?
"Apa sih kemiskinan sosial itu? Apa hubungannya dengan pandemi Covid-19?" tanya Poltak bernafsu.Â
Wah, memang susah bicara dengan Poltak, si lelet mikir itu. Lain kali saja dijelaskan lagi. Artikel ini hanya berkisah soal absennya 17 Agustus di Gang Sapi Jakarta.
Saya pikir, tak ada lagi yang perlu disampaikan di sini kecuali satu kata: MERDEKA!(*)
Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI