Sepakat dengan Pemerintahan Presiden Susilo B. Yudhoyono (SBY) dulu, batas aman surplus beras adalah 10 juta ton. Artinya, masih kurang 3 juta ton lagi.
Pemenuhan defisit cadangan (surplus) beras 6.5 juta ton itulah hendak dicapai melalui jalur ekstensifikasi, pencetakan areal sawag baru di Kalimantan. Â Inilah target yang dibebankan kepada Prabowo selaku "Jenderal Lumbung Pangan Nasional."
Jika Prabowo berhasil mencetak sawah baru 760,000 ha di Kalimantan dalam periode 2020-2024, maka pada 2024 sedikitnya akan diperoleh tambahan produksi GKP sebesar 5.8 juta ton atau setara beras 3.6 juta ton (IP 1.4, produktivitas 5.5 ton GKG/ha, konversi GKG-Beras 62.04%). Â
Jika hasil 3.6 juta ton itu ditambahkan ke surplus 7 juta ton hasil intensifikasi, maka Indonesia memiliki surplus (cadangan) beras 10.6 juta ton/tahun tahun 2024.
Jika menjadi kenyataan, lalu apa arti semua capaian itu? Â Sederhana: Presiden Jokowi membayar lunas kegagalan dua presiden pendahulunya.Â
Pertama, mewujudkan target cetak sawah total 1 juta ha yang dulu gagal diwujudkan Soeharto dengan PLG 1 juta hektarnya.Â
Kedua, mewujudkan surplus beras nasional 10 juta ton/tahun yang dulu gagal dicapai SBY dalam 10 tahun masa pemerintahannya.
Siapakah orang yang dipercaya Jokowi untuk membayar lunas kegagalan dua presiden pendahulunya itu? Â Kriterianya, seseorang yang juga punya kualitas sebagai presiden. Â
Hanya ada satu nama yang memenuhi kriteria itu: Prabowo. Â Maka Jokowi memilihnya menjadi "Jenderal Lumbung Pangan Nasional." Ada yang keberatan?(*)
Â
Rujukan:
[1] Jim Collins, Good to Great, Jakarta: Gramedia, 2014
[2] "Jokowi Tunjuk Prabowo jadi 'Leading Sector' Lumbung Pangan Nasional", Kompas.com - 09/07/2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H