Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

2 Tipe Kompasianer, Sungai dan Selokan

11 Juli 2020   21:25 Diperbarui: 12 Juli 2020   06:29 755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi sungai mengalir (Sumber Foto: ntdindonesia.com)

Ini tipologi perilaku berliterasi para Kompasianer. Sungai dan selokan itu metafora untuk tiga tipe ideal ala Weberian. Namanya "ideal", ya, sudah pasti tidak ada dalam realita. Paling juga ada mendekati ideal.

Sama halnya dengan tipologi orang Jawa menurut Clifford Geertz:  santri, abangan dan priyayi.  Tidak ada orang Jawa yang 100 persen salah satunya. Paling juga satu dari tiga tipe itu menjadi penciri dominan.

Demikian juga dengan dua tipe Kompasianer itu.  Hanya sebagai penciri utama.  Tidak ada yang 100 persen sungai atau 100 persen selokan.

Dasar tipologi perilaku literasi Kompasianer itu ada dua: pertumbuhan dan kontribusi manfaat dari perilaku berliterasinya di Kompasiana.  

Itu penteoriannya.  Lantas  seperti apa itu Kompasianer tipe sungai dan selokan.

Kompasianer Tipe Sungai

Sungai adalah badan air yang mengalir dari hulu ke hilir.  Di hulu debitnya kecil, semakin ke hilir, ke muara, debitnya semakin besar.

Dalam perjalanannya yang panjang dia mendapatkan tambahan pasokan air dari kanan-kiri. Itu sebabnya sungai semakin ke hulu semakin besar, semakin luas dan dalam. Begitulah sebuah sungai bertumbuh.

Sungai adalah dinamika.  Kadang mengalir deras, kadang tenang, walau di bawah bergelora.  Kadang beriam curam kadang menerjun bebas dengan indahnya.  

Di hulu sungai itu beriak, tanda tak dalam.  Di hilir dia tenang, tandanya dalam dan berisi lebih banyak flora dan fauna air.

Sungai itu mengalir terus sampai tujuan akhir, danau atau samudera. Banyak tantangan menghadang: bukit, tebing, dan bongkah batuan.   Semua dihadapi dan dilewati dengan penuh kesabaran. Tidak ada yang bisa menghentikannya.

Terkadang ada sungai yang dibendung.  Bukan untuk menghentikannya. Tapi untuk menghimpun potensi. Untuk menggerakkan turbin penghasil energi listrik. Atau meluaskan manfaat menjadi air irigasi.

Manfaat sungai tak semata pembangkit listrik dan irigasi. Tapi juga untuk jalur pelayaran, sumber ikan, sumber air baku, tempat wisata, arena olah raga air, sampai tempat cuci dan mandi. Pendek kata sungai memberi banyak manfaat untuk banyak orang, tanpa pandang bulu.

Begitulah, "Kompasianer Sungai" adalah dia yang mulai dari penulisan artikel berwawasan "sempit" dengan analisis "dangkal".  Dalam perjalanan waktu dia mendapat masukan, tambahan pengetahuan dan keahlian, baik tentang materi maupun teknik penulisan artikel, dari berbagai sumber di kanan-kirinya.

Segala masukan itu membuatnya tumbuh semakin "besar", mampu menghasilkan artikel yang berwawasan "luas" dengan analisis "(men)dalam".  Lewat artikel semacam itu dia memberi manfaat besar kepada para pembacanya, baik manfaat pengetahuan dan pemahaman maupun inspirasi dan energi kreatif.  

Tentang inspirasi dan energi kreatif itu, artikel Kompasianer Sungai mampu mendorong pembacanya untuk menemukan atau menciptakan sesuatu. Misalnya menemukan jawaban atas sebuah pertanyaan. Atau terinspurasi lalu kreatif menciptakan satu artikel baru.

Kompasianer Sungai tak meminta apapun kepada pembacanya kecuali hanya memberi dan memberi. Jika ada yang diharapkannya maka tak lebih dari suatu harmoni, saling pelihara relasi, agar prinsip memberi dan menerima yang terbaik berjalan secara lumintu.

Kompasianer Tipe Selokan

Selokan di sini bukan sinonim got, peturasan atau comberan.  Ini perlu ditegaskan untuk menghindari seseorang terlalu kreatif menciptakan tipe "Kompasianer Comberan".

Dengan selokan dimaksudkan di sini adalah saluran air yang ajeg mengalir, tapi dari hulu ke hilir ukurannya dan debit airnya relatif sama. Selokan relatif sempit dan dangkal, atau tidak terlalu dalam.  

Contoh terbaik selokan adalah saluran irigasi. Di Yogya ada misalnya Selokan Mataraman, penyalur air irigasi ke persawahan milik petani setempat.

Selokan irigasi itu semakin ke hilir semakin kecil ukurannya. Mulai dari selokan atau saluran primer (induk, utama), lalu sekunder, kemudian tersier dan terakhir kwarter, disebut juga "saluran cacing".  

Intinya, selokan itu sempit, relatif dangkal, tidak tumbuh menjadi besar dan manfaatnya terbatas. Bahkan semakin ke hilir, jika bicara selokan irigasi, dia semakin kecil dan dangkal. Tidak seperti sungai yang luas dan dalam, semakin ke hilir tumbuh semakin besar dan memberi manfaat ganda.  

Begitulah, "Kompasianer Selokan" adalah dia yang dari awal sampai akhir tidak pernah tumbuh-kembang.  Tidak ada peningkatan signifikan pada mutu artikel-artikelnya.  Boleh dikatakan stagnan.  

Kalau dari awal sudah menulis artikel yang berwawasan sempit dengan analisis dangkal, sehingga manfaatnya minimalis, ya, seterusnya tetap begitu. Sekali selokan cacing tetap selokan cacing.  Kira-kira begitu tamsilnya.

Ada risiko Kompasianer semacam itu jatuh pada varian selokan kuarter.  Ini jenis selokan yang pemeliharaannya angin-anginan sehingga kerap mampet rtak mengalirkan air. Begitupun Kompasianer Selokan Kuarter, jerap angin-anginan lalu mandeg tak menulis artikel lagi.

Lalu, kalau dari awal  berkat kompetensinya Kompasianer Selokan itu sudah menulis artikel berwawasan cukup luas dengan analisis cukup (men)dalam, ya, seterusnya begitu juga. Sekali selokan primer tetap selokan primer. Seperti itulah ibaratnya.

Manfaat yang disumbangkan Kompasianer Selokan lewat artikelnya juga relatif terbatas, atau tidak berkembang. Itu-itu saja.  Sama seperti selokan irigasi yang fungsinya memang untuk irigasi saja.  Jika ada manfaat lain, misalnya untuk mandi-cuci-kakus, itu sifatnya periferal.  

Demikianlah pemikiran tentang dua tipe Kompasianer: Sungai dan Selokan.  Mudah-mudahan tak bikin pening.

Selanjutnya mungkin muncul pertanyaan, "Siapakah yang termasuk Kompasianer Sungai dan Kompasianer Selokan?" Juga pertanyaan, "Tipe manakah yang lebih baik?"

Terkait pertanyaan pertama, saya hanya bisa katakan, banyak Kompasianer Sungai dan banyak pula Kompasianer Selokan.  Setiap Kompasianer silahkan memetakan diri sendiri. Kira-kira masuk tipe mana.

Tapi kalau masih memaksa untuk memberi contoh, saya bisa sebutkan nama seorang Kompasianer Selokan, varian saluran cacing, yaitu Felix Tani. Puas?

Tentang pertanyaan kedua, mana yang lebih baik, saya tak hendak menilai. Dari perspektif subyek Kompasianer sendiri, semuanya mungkin baik, karena setiap orang sudah merasa melakukan yang terbaik yang dia bisa.

Tapi kalau saya ditanya tentang harapan, maka saya berharap semua kita Kompasianer dapat menjadi Sungai. Lalu mengalirlah kita dari hulu untuk bertemu di hilir membangun Samudera Kompasiana.  Itulah bentang lautan manfaat yang tak akan habis-habisnya kita reguk bersama.

Apakah saya, si tua bangka ini, terdengar sentimental?(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun