Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hikmah Covid-19, Gereja Katolik "Buka Pintu" ke Ruang Publik

11 Juni 2020   14:10 Diperbarui: 11 Juni 2020   18:24 802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi umat Katolik mengikuti Perayaan Ekaristi Kudus secara online di rumah (Foto: republica.com/antara/budi candra setya)

Maka setiap ibadah Katolik, baik Misa Kudus maupun Devosi, pada dasarnya adalah pernyataan kasih kepada Tuhan dan sesama. 

Itu sebabnya juga dalam kotbah ataupun renungan, tidak boleh ada ujaran-ujaran merendahkan umat beragama lain.  

Keempat, tafsir atau pemaknaan terhadap Injil atau satu perikop Injil sama di semua Gereja Katolik.  Itu sudah menjadi pakem yang wajib diikuti oleh setiap imam Katolik, baik Pastor, Uskup, Kardinal maupun Paus. Variasinya hanya pada narasi, penyampaian kepada umat  

Kelima,  liturgi atau tata cara peribadatan Gereja Katolik itu berlaku sama di seluruh Indonesia bahkan dunia.  Tata cara Perayaan Ekaristi Kudus di gereja Katolik Timika sama saja dengan di Vatikan.  Pakemnya sama di seluruh dunia untuk Gereja Katolik Roma.  

Keenam, umat Katolik dalam peribadatannya tidaklah menyembah patung.  Di dalam gereja bisa disaksikan patung Kristus tersalib, Yesus Kristus,  Bunda Maria Bunda Yesus, Yosef Ayah Yesus dan lukisan atau ukiran "Jalan Salib" (mulai dari Pengadilan Yesus sampai Pemakaman Yesus). 

Semua patung atau lukisan itu bukan untuk disembah.  Fungsinya hanya ornamen untuk menguatkan aura sakral gereja.  

Saya kira itulah hikmah pandemi Covid-19.   Pintu dan jendela atau bahkan tembok Gereja Katolik telah dibuka, atau dirubuhkan, sehingga setiap orang kini bisa melihat misteri iman Katolik.  

Dari sisi Gereja Katolik hal itu tidak dipahami sebagai Katolikisasi. Melainkan membuka diri untuk lebih dikenal umat beragama lain, sehingga mudah-mudahan tidak ada lagi kesalah-pahaman atau pemahanan yang salah.

Cerdas beragama itu adalah mengimani ajaran agama sendiri tapi juga mengamini ajaran agama lain sebagai urusan penganutnya. 

Begitu pendapat saya, Felix Tani, bukan pastor bukan rohaniwan.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun