Maka setiap ibadah Katolik, baik Misa Kudus maupun Devosi, pada dasarnya adalah pernyataan kasih kepada Tuhan dan sesama.Â
Itu sebabnya juga dalam kotbah ataupun renungan, tidak boleh ada ujaran-ujaran merendahkan umat beragama lain. Â
Keempat, tafsir atau pemaknaan terhadap Injil atau satu perikop Injil sama di semua Gereja Katolik. Â Itu sudah menjadi pakem yang wajib diikuti oleh setiap imam Katolik, baik Pastor, Uskup, Kardinal maupun Paus. Variasinya hanya pada narasi, penyampaian kepada umat Â
Kelima, Â liturgi atau tata cara peribadatan Gereja Katolik itu berlaku sama di seluruh Indonesia bahkan dunia. Â Tata cara Perayaan Ekaristi Kudus di gereja Katolik Timika sama saja dengan di Vatikan. Â Pakemnya sama di seluruh dunia untuk Gereja Katolik Roma. Â
Keenam, umat Katolik dalam peribadatannya tidaklah menyembah patung. Â Di dalam gereja bisa disaksikan patung Kristus tersalib, Yesus Kristus, Â Bunda Maria Bunda Yesus, Yosef Ayah Yesus dan lukisan atau ukiran "Jalan Salib" (mulai dari Pengadilan Yesus sampai Pemakaman Yesus).Â
Semua patung atau lukisan itu bukan untuk disembah. Â Fungsinya hanya ornamen untuk menguatkan aura sakral gereja. Â
Saya kira itulah hikmah pandemi Covid-19. Â Pintu dan jendela atau bahkan tembok Gereja Katolik telah dibuka, atau dirubuhkan, sehingga setiap orang kini bisa melihat misteri iman Katolik. Â
Dari sisi Gereja Katolik hal itu tidak dipahami sebagai Katolikisasi. Melainkan membuka diri untuk lebih dikenal umat beragama lain, sehingga mudah-mudahan tidak ada lagi kesalah-pahaman atau pemahanan yang salah.
Cerdas beragama itu adalah mengimani ajaran agama sendiri tapi juga mengamini ajaran agama lain sebagai urusan penganutnya.Â
Begitu pendapat saya, Felix Tani, bukan pastor bukan rohaniwan.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H