Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Arief Budiman, Guru dan Rekan Sejati Itu Telah Pergi

24 April 2020   09:30 Diperbarui: 25 April 2020   16:34 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arief Budiman dengan tawa khasnya (Foto: thejakartapost.com)

Dia sebaliknya mengapresiasi program Depsos menangani PMKS.  Lalu menekankan bahwa indikator yang tepat sangat diperlukan agar program tidak salah sasaran, tetapi benar-benar menyasar orang yang tepat, dan bisa mengentaskan mereka dari masalah kemiskinan.

Di ujung seminar, rekan peneliti Depsos yang pernah protes berbisik pada saya, "Ternyata Pak Arief itu tidak segalak yang dipikirkan pemerintah."    

Ya, waktu itu adalah masa "pemerintahan anti-kritik sosial".   Kritik sosial berarti kiri, tetangga dekat paham sosialis yang terlarang di negeri ini.    

***
Satu hal yang jarang disadari orang, terutama pemerintah,  Pak Arief itu menurut saya bukan seorang sosialis melainkan seorang nasionalis sejati.   

Kritik keras seorang Arief Budiman  kepada pemerintah, yang berlandaskan teori-teori dependensi dan sistem dunia, adalah manifestasi nasionalismenya itu.    

Pak Arief memang terkenal sebagai penolak sistem Ekonomi Pancasila yang digagas Prof. Mubyarto (Almarhum).  Tapi itu tak berarti dia anti-Pancasila. Dia tidak setuju karena melihat konsep Ekonomi Pancasila itu pada dasarnya adalah "ekonomi pasar yang dikontrol negara".

Pak Arief tidak ingin melihat bangsa ini menjadi sapi perah kapitalisme dan kelompok kapitalis.   Dia mencita-citakan bangsa Indonesia yang berdaulat secara ekonomi, berdasarkan sendi-sendi sosial bangsa Indonesia sendiri.

Dihitung sejak pertengahan 1980-an, saat Pak Arief gencar melontarkan kritiknya, Indonesia ternyata butuh menunggu sekitar 35 tahun sampai seorang Presiden RI, Pak Jokowi mencanangkan (lagi) cita-cita "kedaulatan ekonomi nasional".    

Ketika bangsa ini, di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi tertatih-tatih menuju "kedaulatan ekonomi nasional,  Pak Arief ternyata didera Parkinson dan berbagai komplikasinya, sehingga kritiknya kepada pemerintah juga jarang terdengar.

Tapi mungkin Pak Arief sebenarnya sudah memberikan lebih dari cukup sumbangan pemikiran kritis untuk mendukung pembangunan bangsa dan negara Indonesia.   

Sebaliknya pemerintahlah yang kurang dari cukup untuk mendengarkan kritik-kritiknya yang tajam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun