Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Arief Budiman, Guru dan Rekan Sejati Itu Telah Pergi

24 April 2020   09:30 Diperbarui: 25 April 2020   16:34 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arief Budiman dengan tawa khasnya (Foto: thejakartapost.com)

***
Tahun 1989 setelah lulus dari Program S2 Studi Pembangunan UKSW, Pak Sajogyo mengajak saya bergabung dalam Proyek Penelitian Indikator Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), bekerjasama dengan Balitbangkesos, Depsos RI.

Sebuah kejutan yang menakjubkan, Pak Sajogyo ternyata mengajak Pak Arief juga untuk terlibat dalam Tim Peneliti.  Itulah proses penyempurnaan peran Pak Arief dalam perkembangan keilmuanku, dari "Guru" menjadi "Rekan Peneliti".  

Diskusi-diskusi dalam Tim Peneliti, selain menjadi ajang alih ilmu, membuat saya menjadi lebih kenal pribadi Pak Arief.  Dia seorang yang bersikap egalitarian. Tidak merasa lebih tinggi dari para pemula.  Setiap orang  adalah rekan setara.

Rekan-rekan di Balitbangkesos sebenarnya sempat rada kebat-kebit juga dengan kehadiran Pak Arief dalam Tim Peneliti.   Sebab waktu itu Presiden Soeharto masih berkuasa dan Pak Arief adalah seorang pengritik keras Pemerintahan Soeharto.

"Kita kan pemerintah.  Masa sih pengeritik keras pemerintah menjadi bagian Tim Peneliti ini?" Seorang rekan peneliti Balitbangkesos bertanya padaku dalam nada protes.

"Pak Sajogyo itu juga pengeritik keras pemerintah, lho.  Cuma caranya nJawani.   Jadi apa masalahnya dengan Pak Arief?" sanggahku. Rekan peneliti itu terdiam.

Ketika hasil penelitian itu diseminarkan di Depsos, saya menangkap kesan bahwa para peserta lebih tertarik pada kehadiran Pak Arief ketimbang materi presentasi.    

Bukan karena tampilan khasnya dengan T-Shirt dan sepatu sandal, melainkan karena dia dianggap berseberangan dengan pemerintah.   

Agaknya rekan-rekan dari Depsos berpikir, "Matilah kita.  Ada Arief Budiman.   Kita akan dikritiknya habis-habisan."

Maklum, Pak Arief dalam ingatan pemerintah waktu itu adalah demonstran, aktivis anti-korupsi, penggerak Golongan Putih (Golput), dan penentang TMII.  Pokoknya penentang Soeharto.

Tapi rekan-rekan Depsos kecele, sekaligus lega. Pak Arief sama sekali tidak mengritik pemerintah.  (Tentu saja dia tidak bisa bicara di luar hasil penelitian yang diarahkan Pak Sajogyo). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun