Poltak itu boleh dibilang 100 persen Batak Toba 100 persen Katolik. Â Dia seorang chauvinis lokal, "Right or Wrong My Toba". Â Sekaligus seorang agamis garis lurus, "Kata Kitab Suci A maka A".
Aneh sebenarnya, kalau dipikir bahwa Poltak itu pernah tinggal lama berkuliah di Yogyakarta dan kini tinggal di Jakarta.
Chauvinismenya sungguh menyunggi Toba sedemikian tingginya.  Dia yakin, seandainya Yesus Kristus lahir dan besar di Toba, pastilah Dia dan keduabelas muridnya lesehan makan arsik ikan mas  pada momen "Perjamuan Terakhir.
Setiap langkahnya, setiap argumennya, selalu dikembalikan pada ayat-ayat Kitab Suci.
Begitulah, ketika Saulina anak perempuannya lebih doyan makan roti ketimbang nasi, Poltak langsung berkotbah.
"Nak, nasi itu asli makanan orang Batak Toba. Â Sejak jaman Si Raja Batak sudah begitu. Â Maka cintailah nasi."
"Lagi pula," lanjutnya, "di dalam Injil jelas ada tertulis, manusia tidak hidup dari roti saja ." Â Bla bla bla, masih panjang nasihatnya.
Daripada dinasihati terus pakai ayat-ayat suci, ya, sudah, Saulina anak perempuannya mengurangi makan roti dan memperbanyak makan nasi.
Tapi Poltak tidak selalu bisa berjaya dengan ayat-ayat suci.
Saulina, anak perempuannya itu, tak doyan makan sayur. Ketika dia panjang-lebar menasihati Saulina, anak terkasihnya mengucap dalil pemati kutu.
"Ayah, di dalam Injil tidak ada ayat yang bilang Yesus kecil rajin makan sayur."