Jika disimak cermat, pada Debat Kedua Pilpres 2019 yang baru lalu (17/02/19), kedua capres, Jokowi dan Prabowo, sejatinya fokus pada satu tujuan yang sama, yaitu kedaulatan bangsa dan negara khususnya di bidang ekonomi.
Untuk mencapai tujuan itu, keduanya juga bertolak dari titik berangkat yang sama yaitu Pasal 33 UUD 1945. Khususnya terkait penguasaan negara atas cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak (Ayat 2). Â
Serta penetapan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (Ayat 3).
Yang membedakan Jokowi dan Prabowo, dan itu terpanggungkan sepanjang debat, adalah artikulasi atas Pasal 33, khususnya terkait dua hal di atas. Â
Artikulasi Jokowi sangat jelas. Keseluruhan paparan dan argumennya dapat saya konsepsikan di sini sebagai "reforma agraria semesta".  Sebuah konsep  yang menyambungkan "kedaulatan ekonomi" dengan "kemakmuran rakyat".
Sebaliknya paparan dan argumen Prabowo, sepanjang saya ikuti, tidak menawarkan artikulasi yang jelas. Saya gagal menemukan suatu benang merah untuk mengkonsepsikan keseluruhan paparan dan argumennya. Kecuali bahwa dia memposisikan diri sebagai proponen teori dependensi yang sibuk mengkritik Jokowi yang diasumsikan sebagai modernis a.k.a. kapitalis.
Skema Reforma Agraria Semesta ala Jokowi
Dengan reforma agraria semesta saya maksudkan adalah reforma tak sesempit reforma aset dan akses pertanahan sebagaimana tertuang dalam Perpres Nomor 86/2018 tentang Reforma Agraria, produk pemerintahan Jokowi.
Paparan Jokowi tentang redistribusi tanah (TORA, Tanah Obyek Reforma Agraria) dan legalisasi tanah (pembagian sertifikat) serta dukungan modal usaha dari perbankan, adalah reforma agraria dalam arti sempit, seperti diatur oleh Perpres tadi.
Tapi Jokowi, dalam kapasitasnya sebagai Presiden RI, sejatinya menjalankan reforma agraria melampaui batasan Perpres Nomor 86/2018, dalam arti positif. Tidak hanya sebatas redistribusi TORA dan legalisasi (sertifikasi) aset tanah di lingkungan masyarakat petani. Â
Melainkan mencakup obyek dan subyek reforma agraria yang lebih luas. Obyeknya tak semata tanah, tapi melingkupi bumi, air, dan kekayaan alam di dalamnya  (hutan, tambang, hewan). Dan subyeknya tak semata rakyat (individu, kelompok, badan usaha) tapi juga pemerintah, diwakili BUMN (Ayat 2 Pasal 33). Â