Organisasi ini mati tahun 1942, bersamaan pendudukan Jepang. Sebab semua kuda unggul disita untuk keperluan perang.
Pacuan kuda Siborongborong masih digelar hingga sekarang. Walau tidak rutin. Tapi pasti ada tiap 17 Agustus. Dihelat oleh organisasi Pengurus Hoda Marsiadu Siborongborong. Lintasan pacunya ada di Desa Silaitlait.
Mungkin, jarangnya perhelatan pacuan itu, terkait juga dengan merosotnya populasi kuda di Siborongborong atau dataran Humbang umumnya. Di Siborongborong sendiri, tahun 2018, hanya tersisa sekitar 50-an ekor kuda.
Dulu manfaat kuda di Siborongborong memang bukan terutama untuk pacuan. Tapi untuk alat angkut barang, kuda beban, dari desa ke pasar. Selain juga untuk kendaraan tunggang.
Kuda juga menjadi daging konsumsi di sana. Terutama untuk pesta besar, semisal pesta adat pernikahan atau kematian warga tetua. Tapi juga untuk sajian rumah makan, atau kedai tuak.
Karena itu, dulu, kalau seseorang mengaku sudah pernah ke Siborongborong, tapi tidak makan daging kuda, berarti dia bohong. Karena jagal hoda, daging kuda, adalah kuliner khas sana atau daerah Humbang umumnya.
Jadi, bukan daging anjing, melainkan daging kudalah penciri Siborongborong.
Sayur Kol dan Kopi
Siborongborong atau dataran tinggi Humbang umumnya adalah pusat produksi hortikultura di Tanah Batak.
Salah satu produk hortikultura utama Siborongborong adalah sayuran kol (kubis). Nomor dua setelah cabai. Berikutnya kentang dan sawi.
Di jaman penjajahan Belanda, Dinas Pertanian Kolonial sempat mendirikan pusat pengembangan budidaya hortikultura di dataran Humbang sana. Sayang kinerjanya kurang menggembirakan.