Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Inilah Jugia, Ulos Batak Terindah yang Langka

11 Oktober 2018   09:37 Diperbarui: 11 Oktober 2018   20:42 3823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saurmatua Bulung adalah kualitas kematian tertinggi statusnya dalam masyarakat Batak.  Karena menunjukkan bahwa semua anak (laki-laki dan perempuan) dari almarhum sudah berumahtangga, dan tiap anak itu sudah memberikan untuknya cucu (marpahompu), dan sudah ada cucunya yang memberi cicit (marnini-marnono), serta ada cicitnya yang memberi canggah (marondok-ondok).   

Kualitas semacam itulah yang disebut nagabe (yang berketurunan besar) dalam masyarakat Batak.  Karena tidak banyak orang Batak yang bisa mencapai kualitas kematian semacam itu, maka dengan sendirinya Jugia juga jarang digunakan.  Jugia dengan demikian adalah simbol pencapaian hagabeon dalam masyarakat adat Batak.

Ketatnya syarat penggunaan itu mendorong orang Batak untuk melonggarkannya.  Melalui pembicaraan adat kematian, maka bisa disepakati bahwa pada kualitas kematian Saurmatua pun ulos Jugia sudah boleh dipakaikan.  Saurmatua berarti semua anak (laki-laki dan perempuan) dari almarhum sudah berumahtangga, dan tiap anak itu sudah memberikan untuknya cucu untuknya.

Karena langka dan mahal, maka Jugia kemudian dikenal sebagai ulos homitan (simpanan khusus) atau na so ra pipot (abadi).  Jugia pada dasarnya adalah benda warisan turun-temurun. Nilainya setara dengan sitoppi,  mahkota emas yang dikenakan isteri raja dalam pesta adat Batak.  Karena itu, dahulu,  lazimnya disimpan pemiliknya secara cermat di dalam tempat khusus yang disebut hombung atau parmonang-monangan (peti tempat barang berharga). 

Itulah sedikit cerita tentang ulos Jugia dari saya, Felix Tani, petani mardijker, punya koleksi beberapa ulos, tapi tak punya Jugia.***

Catatan:  Kepada rekan-rekan Kompasianer yang paham tentang ulos Batak, mohon koreksi jika ada kesalahan pada artikel ini.  Saya sedang belajar tentang ulos Batak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun