Karena itu, boleh dibilang, Â 'Tolak Angin' cair hadir sebagai substitusi bagi kerokan. Â
Dia hadir  dalam dua varian fungsi. Si Kuning, Tolak Angin untuk solusi  pening kepala akibat "masuk angin". Dan Si Biru, Tolak Angin untuk solusi pening akibat flu, sekaligus solusi flunya.
Sebenarnya ada varian ketiga, Si Emas, Tolak Angin linu rasa madu. Tapi ini jarang aku minum, karena rasanya kurang cocok di lidah dan aromanya kurang cocok di hidungku.
Oh ya, ada "aturan"-nya juga  minum Tolak Angin.  Si  Kuning, walau bisa diteguk sembarang waktu, sebaiknya dilapis dulu dengan makanan, sekurangnya sekerat kue atau apa sajalah yang layak makan.  Biar dinding lambung tidak kaget.
Sedangkan Si Biru, karena khusus untuk flu, sebaiknya diminum sebelum berangkat tidur malam hari. Â Pasti tidurnya nyenyak dan besoknya bangun lebih segar. Â
Si Biru ini memang bikin ngantuk. Â Karena itu aku tidak pernah menenggaknya kalau harus nyopir. Â Bisa-bisa mobil nyungsep karena supir ngantuk. Â Bukannya sembuh, malah tambah pening, bukan?
Solusi dalam Ransel
Aku sudah menggunakan "Tolak Angin" cair sejak tahun 2000, kalau tak salah. Sudah 18 tahun, Tolak Angin menjadi solusi  setia untuk pening kepalaku.. Â
Sebelumnya, setiap kali kepala pening, aku minum jamu seduhan di warung jamu. Atau beli dari Mbok Jamu Gendong, bila kebetulan ketemu saat pening.
Mungkin ada yang bertanya, mengapa aku minum jamu? Oh, itu karena aku alergi pada obat-obatan kimiawi. Tiap kali pakai obat kimiawi saat masuk angin, bengekku malah kambuh, bikin kepala tambah pening.
Begitulah, selama 18 tahun ini, aku selalu menyiapkan  "Tolak Angin" cair  di kantobg ransel kerja. Dua jenis, biru dan kuning, untuk flu dan masuk angin. Â