Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kali Item dan Gejala Pembangunan Reaktif di Jakarta

31 Juli 2018   08:49 Diperbarui: 31 Juli 2018   08:58 1310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Warga Jakarta selayaknya berterimakasih kepada Kali Item berkat jasanya membuka pola pembangunan yang diterapkan Gubernur Jakarta Anies Baswedan.

Kasus Kali Item menguak jelas pola pembangunan yang diterapkan  oleh Gubernur Anies  adalah  pembangunan reaktif, alias pembangunan tak terencana.

Itulah pola pembangunan yang bersifat parsial, ahistoris, tanpa kejelasan landasan, strategi, dan target.

Pembangunan reaktif itu kebalikan dari pola pembangunan proaktif, atau terencana. Pembangunan proaktif itu integratif, holistik, historis, jelas landasan, strategi, tujuan, dan targetnya.

Dengan menganalisis kasus penanggulangan bau Kali Item, dapat ditunjukkan sedikitnya empat ciri pembangunan reaktif yang dijalankan Gubernur Anies.

Saya akan tunjukkan satu per satu secara ringkas saja di sini.

Parsial

Pertama, pembangunan reaktif  bersifat parsial. Ia terfokus hanya pada penyelesaian satu aspek masalah tanpa melihat keseluruhan masalahnya.

Dalam kasus Kali Item, Anies  hanya fokus mengatasi masalah bau air kali.  Bukan mengatasi  masalah pokoknya yaitu pencemaran badan air yang bersifat kronis oleh  limbah domestik dan industri rumahtangga.  

Maka Anies hanya berputar-putar pada ragam upaya penghilangan bau dari indra penciuman.    Diterapkanlah teknologi bubble nano, waring, sampai penyemprotan cairan bakteri anti-bau.

Sayangnya sampai hari ini belum terbukti efektivitas ragam upaya itu. Yang sudah terbukti adalah  inefisiensinya.  Karena membelanjakan anggaran tanpa memberi hasil yang setimpal.

Ahistoris

Kedua, pembangunan reaktif bersifat ahistoris.  Perhatikan bahwa upaya Anies di Kali Item terputus dari program normalisasi sungai yang telah dijalankan Jokowi/Ahok di sana.

Anies bilang Kali Item yang bau itu warisan pemerintah terdahulu yang tak berbuat apapun untuk membenahi sungai itu.

Pernyataan Anies, dan program penghilangan bau di Kali Item, itu ahistoris. Jokowi/Ahok sedari awal sudah membenahi Kali Item melalui program normalisasi sungai dan pernah bersih tahun 2016.

Program normalisasi subgai terputus tahun 2017, setelah petugas PPSU Kali Item diskors karena dinilai berpolitik dengan berfoto merentang spanduk cagub/cawagub Agus-Silvy.

Setelah Anies menjadi Gubernur Jakarta, program normalisasi sungai tidak dilanjutkan di Kali Item. Kendati dia sempat menjanjikan program naturalisasi sungai.

Mendadak Anies sibuk dengan upaya-upaya penghilangan bau busuk di Kali Item. Kegiatan macam itu tidak ada dalam kamus normalisasi (naturalisasi) sungai. Itu sebabnya disebut ahistoris.

Acak

Ketiga, pembangunan reaktif bersifat acak.  Tidak ada perencanaan sistematis, sehigga tidak jelas strategi, bidang, tujuan, dan target-targetnya.

Karena betsifat acak maka  terlihat  impulsif.  Mendadak punya ide, lalu dijalankan begitu saja.  Seperti  pemasangan waring di Kali Item, ada ide, lalu jalankan.  Itu  impulsif.

Perhatikan apa yang dilakukan di Kali Item. Karena  bau tetap meruap ke udara, kendati sudah pakai bubble nano,  ya sudah, kali diwaring saja. Agar baunya tertahan di bawah, tidak meruap kemana-mana.

Tidak pernah dipikir kemungkinan gas metan menumpuk di bawah waring. Lalu bisa saja  meledak di belakang Wisma Atlet. Kan lebih parah kalau sampai kejadian begitu.

Waring tak efektif, ya sudah, semprotkan larutan berisi mikroba pengurai yang bisa menghilangkan bau. Tanpa dipikir dampak mikroba terhadap kehidupan di air kali.

Kosmetik

Keempat, pembangunan reaktif itu cenderung bersifat kosmetik. Lebih fokus pada penanganan dampak ketimbang penyelesaian sumber atau penyebab masalah.

Itulah yang terjadi di Kali Item. Langkah Anies itu dibingkai konsep biutifikasi, per-solek-an. Waring dilengjapi tanaman merambat dan lampu-lampu, itu namanya persolekan.

Setelah pupur gugur, maka tampak wajah buruk. Itu yang akan terjadi di Kali Item, seiring dengan usia waring. Saat waring sobek-sobek katena usia, maka wajah buruk Kali Item akan tampak lebih buruk lagi.

Gejala Jakarta Kini

Sampai di sini, mungkin ada yang bertanya. Apakah bisa menyimpulkan pola pembangunan Jakarta berdasar satu kasus? Dalam hal ini kasus Kali Item?

Jawabnya, sangat bisa. Yang digunakan di sini adalah metode kualitatif studi kasus. Dengan mengambil satu kasus ekstrim. Kali Item tergolong ekstrim karena  sampai melibatkan campur-tangan pemerintah pusat dan menjadi sorotan media internasional.

Berdasar kasus itu terkonfirmasi empat ciri pembangunan reaktif yaitu parsial, ahistoris, acak, dan kosmetik.

Empat ciri tersebut, jika diujikan pafa kasus-kasus lain, akan terbukti juga pada program-program penutupan Jalan Jatibaru untuk penempatan PKL, pemberian ijin operasi pada  becak, dan  koreksi  trotoar Sudirman-Thamrin untuk  memberi akses pada PKL.

Juga tetbukti pada pembongkaran JPO Bundaran HI karena menghalangi pandangan ke Patung Selamat Datang, dan pewarna-warnian pembatas jalur bus Transjakarta.

Begitulah di Jakarta kini menurut pengamatan saya, Felix Tani, petani mardijker, sedang terjadi gejala pembangunan reaktif yang tak akan memajukan kota dan tak akan membahagiakan warga.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun