Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Karamnya Sebuah Kapal di Danau Toba

27 Juni 2018   06:54 Diperbarui: 27 Juni 2018   12:16 816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pulang dari Tigaraja, atau onan lainnya, beban kapal biasanya  lebih ringan.  Tinggal penumpang dengan barang belanjaan yang umumnya tidak terlalu berat. Begitulah polanya.

Namboru dan penumpang lain, juga  nakhoda kapal, tidak pernah  punya berpikir  bahwa kapal akan karam lantaran  beban berlebih.  Karena sudah "biasa" seperti itu.

Tidak ada juga pengawasan untuk mencegah muatan berlebih.  Baik dari instansi pemerintah terkait ASDP, khususnya syahbandar, apalagi dari masyarakat sendiri. Syahbandar belum tentu ada pula di pelabuhan  pemberangkatan kapal.  

Atau kalapun ada syahbandar, wewenang pengawasannya mungkin tak berdaya menghadapi tekanan warga yang berkepentingan naik kapal.  

Masalahnya hanya ada satu kali kesempatan dalam seminggu  ke onan Tigaraja menjual hasil bumi lalu belanja kebutuhan. Jika tidak boleh naik kapal karena  muatan berlebih, maka keluarga tidak  punya stok kebutuhan pokok selama seminggu ke depan.

Begitulah. Kesempatan yang sempit untuk memenuhi kepentingan hidup telah membuat kapal danau sarat penumpang dan muatan hasil bumi.  

Muatan kapal berlebih di Danau Toba  itu adalah  konsensus tak terujar antara penumpang dan nakhoda. Wewenang pengawasan pemerintah tak kuasa bekerja di situ.

Kejadian buruk rupanya suka datang pada  saat orang terlena dengan "kebiasaan", seperti "biasa muatan berlebih" itu. Benar saja, beberapa waktu setelah meninggalkan Silosung, kapal yang sarat muatan itu tiba-tiba oleng tak terkendali.  Dengan cepat kapal melintir, terbalik menumpahkan penumpang dan muatannya, sebelum kemudian tersedot ke dasar danau.  

Namboru, menurut kisahnya, sempat ikut tersedot ke bawah permukaan danau.  Tapi dengan sekuat tenaga dia berusaha naik ke permukaan. Sempat dia tertarik lagi ke bawah, karena ada tangan seseorang yang menangkap kakinya.  

"Tak ada pilihan. Aku harus menyelamatkan diri sendiri," kata Namboru memberi alasannya mengibaskan tangan yang berpegang pada kakinya.  Air mata menggenang di pelupuk matanya.

Tiba di permukaan, menggapai ke sana kemari, tangan Namboru menangkap sekarung barang yang mengapung.  Entah apa isinya, tapi itulah yang menyelamatkan nyawanya, sampai kemudian ada perahu nelayan yang menemukan dan mengevakuasinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun