Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mereguk Eksotisme Gunung Nona yang "Erotis" di Enrekang

28 Maret 2018   13:11 Diperbarui: 28 Maret 2018   16:02 1368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Eksotisme Gunung Nona yang erotis (Dokumentasi Pribadi)
Eksotisme Gunung Nona yang erotis (Dokumentasi Pribadi)
Berhadapan dengan Gunung Nona itu, persis di sebelah kiri jalan, menjulanglah puncak Gunung Bambapuang. Menurut legenda, puncak Bambapuang (Tangga Tuhan) ini adalah tempat turunnya Tomanurung Wellangdilangi, cikal-bakal masyarakat asli Enrekang, dari kayangan.

Tapi ada juga yang menafsir puncak batu Bambapuang yang menjulang itu sebagai citra "lingga", pasangan untuk "yoni" Gunung Nona. Saya pikir, ini adalah tafsir budaya modern, untuk memberi nilai erotika estetik pada gunung-gunung itu, untuk dijajakan sebagai obyek wisata. Kalau begitu, kita sarankan saja kepada Bupati Enrekang, untuk menamai sepasang gunung itu sebagai Gunung Lingga-Yoni.

Jadi, sudahlah, saya lebih tertarik menikmati eksotisme panorama Gunung Nona yang memukau. Memandang jauh ke utara, terhampar di depan mata wilayah Kecamatan Anggareja, termasuk Desa Bambapuang di dalamnya, yang dihiasi puluhan atau mungkin ratusan bukit-bukit batu. Pada lembah yang memisahkan Gunung Nona dan Gunung Bambapuang, mengalirlah sungai Mata Allo, meliuk-liuk ke hilir menuju laut.

"Alangkah agungnya Sang Pencipta," bisikku dalam hati. Diukirnya pesona indah  Bambapuang yang eksotis ini dengan meniupkan angin, menurunkan hujan dan mengalirkan air, dan menggelorakan gempa yang membentuk tampakan bentang alam yang memukau.

Sungguh, saya tidak merasa berdiri di tebing Bambapuang. Memandang jauh ke utara, saya seperti terlempar ke sebuah padang di negeri asing yang akrab dalam imajinasiku. Itulah bentang Rio Pecos, lengkap dengan sungai dan tebing-tebingnya, wilayah perburuan  Winnetou, tokoh Indian Apache rekaan Karl May yang dulu saya idolakan.

Di bawah sana, di lembah terbelah sungai, saya seperti melihat seorang lelaki perkasa berkulit merah, bermahkota bulu burung di kepala, dengan tomahawk di pinggang, melesat ke utara di atas kuda coklat gelap yang dipacu kencang. Ya..., itu Winnetou!

Ah..., tidak. Itu khayalku, caraku mereguk pesona eksotisme Gunung Nona. Tidak ada Winnetou melesat di atas kudanya menuju utara. Tidak ada pula bison buruannya di utara sana.

Di utara Bambapuang hanya ada hamparan pertanian bawang merah yang menjadi primadona Anggareja. Juga kebun-kebun kopi "Kalosi" Enrekang yang sudah sohor itu. Enrekang memang bukan hanya  Gunung Nona, tapi juga bawang dan kopi.

"Jalan lagi, Pak. Nanti kemalaman nyampe Toraja," anak bungsu kami mengingatkan, memutus kenikmatan saya mereguk eksotisme Gunung Nona dengan lembahnya yang permai.

Ada rasa enggan meninggalkan Gunung Nona. Tapi saya tahu, saat kembali nanti dari Toraja, kami akan singgah lagi di gunung erotis yang eksotis ini.

Nanti, saya pasti akan berdiri lagi di tebing Bambapuang, mereguk lagi segala keindahan alam Gunung Nona yang tiada habisnya.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun