Dengan mengatakan “…kalau ada masalah dengan Bamus Betawi, harusnya diselesaikan dengan cara dialog, bukan dengan menghentikan dana hibah”, berarti Soni menegaskan bahwa Bamus Betawi konflik dengan Ahok, sehingga Ahok main kuasa menghentikan hibah.
Memang benar ada “konflik”, karena Bamus Betawi berpolitik praktis, sehingga Ahok menilai sudah melenceng tujuannya. Tapi dengan bicara begitu Soni secara tak langsung membeber “keburukan” Ahok ke ruang publik Jakarta. Gak etis banget!
Dengan mengalokasikan hibah untuk Bamus Betawi tahun 2016 dan 2017, Soni telah “mempermalukan” sekaligus “membunuh karakter” Ahok di hadapan publik Jakarta, khususnya warga Betawi. Sama saja Soni bilang, “Lu salah, Hok, mutus hibah buat Bamus Betawi. Nih, gue koreksi, gue kasih lagi tu hibah.”
Implisit di situ Soni mau bilang “Ahok anti-Betawi”. Maka warga Betawi bakal mikir tujuh kali milih Ahok jadi Gubernur DKI. Gak etis banget Soni membenturkan Ahok pada komunitas Betawi.
Mungkin orang lain pendapatnya beda. Tapi menurut saya, dengan pemberian hibah untuk Bamus Betawi itu, “Gubernur” Soni sedang “menelikung” Gubernur Ahok dengan sebuah “kampanye negatif”.
Hoii, Pak Mendagri, sempritannya bisa bunyi gak tuh!(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H