Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Perkebunan Kita: Penjajahan atau Pemerdekaan?

23 Juni 2016   12:57 Diperbarui: 23 Juni 2016   13:11 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Saya baru membaca buku kumpulan pemikiran Dr. Agus Pakpahan, Mantan Dirjen Perkebunan dan Mantan Deputi Industri Primer Kementerian BUMN.  Judul bukunya, “Perkebunan Pemerdekaan Indonesia” (Jakarta: Media Perkebunan, 2016).  Perkebunan yang dibicarakan di sini adalah perkebunan besar.

Pakpahan mengajukan satu tesis yang sangat menantang dalam bukunya yaitu “perkebunan sebagai pemerdekaan”.  Maksudnya, memerdekakan pelaku perkebunan khususnya dan bangsa Indonesia umumnya dari kemiskinan dan keterbelakangan.

Sepintas tesis itu memang melawan persepsi umum.  Yang lazim disebut adalah tesis “perkebunan sebagai penjajahan”.   

Lantas, bagaimana kondisi sebenarnya?

Perkebunan Masih Penjajahan

Sejarah perkebunan modern di Indonesia memang  dimulai dari tonggak “perkebunan sebagai (wujud) penjajahan”. 

Mulai dari  perkebunan era Sistem Tanam Paksa (1980-1970) sampai Sistem Liberal (1970-1900), sejarah mencatat perkebunan sebagai moda eksploitasi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia Hindia Belanda, cikal-bakal Indonesia.

Perkebunan masa itu adalah sumber kemakmuran bagi Hindia Belanda dan Tuan kebun.  Tapi sebaliknya penyebab atau  sumber kemiskinan bagi penduduk pedesaan Hindia Belanda.   Bukan saja tenaga kerja penduduk diperas dengan upah murah, tapi tanahnya juga diserobot untuk perkebunan.

Ketika perkebunan milik asing, Pemerintah Kolonial dan Swasta Belanda/Asing Non-Belanda, dinasionalisasi tahun 1950 dan 1957, sebenarnya terbuka pilihan menjadikan perkebunan sebagai pemerdekaan. 

Caranya dengan “mengembalikan” perkebunan kepada rakyat (pemilik tanah).   Tentu dengan mengorganisir petani kebun ke dalam Badan Usaha Milik Petani.

Sayang, Presiden Soekarno yang “Marhaenis” itu, salah ambil keputusan.  Perkebunan asing diserahkan ke bawah pengelolaaan Perusahaan Perkebunan Negara (PPN).   Watak PPN itu, sampai sekarang, tak beda dengan plantokrasi masa kolonial. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun