Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Nasihat untuk Barisan Anti-Ahok

6 April 2016   20:54 Diperbarui: 6 April 2016   21:17 2356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

P1:  Pemberian obat penenang secara sembarang pada anak balita adalah bentuk kekerasan pada anak.

P2:  Praktek 3 in 1 mendorong joki 3 in 1 memberi obat penenang pada anak balita sebagai cara mendapatkan belas kasihan dari pengendara.

K:   3 in 1 memicu terjadinya  kejahatan pemberian obat penenang kepada anak balita.

Implikasi kebijakan, berdasar logika itu, program 3 in 1 harus dihapuskan dan diganti dengan program lain yaitu, dalam kasus ini, Electronic Pricing Road (ERP).

Logika Ahok itu “sesat”.  Tahu di mana letak “sesat pikir”nya? Ini dia:  hubungan antara kejadian “praktek 3 in 1” dan kejadian “pemberian obat penenang pada anak balita” bukan hubungan sebab-akibat (kondisional) yang  bersifat unik.    

Maksudnya, pola hubungan serupa itu  terjadi juga di ruang dan waktu yang lain di Jakarta.  Misalnya, pengemis di area traffic light memberi obat penenang pada anak balita  untuk memancing belas kasihan dari pengendara yang berhenti.  

Gejala “pengemis menggendong anak balita mabok obat penenang” bahkan  lebih parah.  Terjadi sepanjang hari di banyak lokasi di seluruh Jakarta.  Tak hanya  di ruas jalan tertentu (3 in 1)  pada jam tertentu. 

Maka, jika Ahok konsisten, seluruh traffic light harusnya dihilangkan untuk diganti dengan, misalnya, under-pass atau fly-over.  Tapi itu tak dilakukan, bukan?

Tapi memang harus hati-hati juga dengan cara pikir khas Ahok, saya sebut itu “Ahokian”, yang sebenarnya tak logis, alias “sesat”, tapi kebenarannya sulit dibantah.  Misalnya, pada kasus rencana penghapusan 3 in 1 itu. Benar belaka bahwa program itu harus diganti karena tidak efektif mengatasi kemacetan.  Jelas di sini, “ pemberian obat penenang pada anak balita” bukan alasan sesungguhnya.    

Tapi hebatnya Ahok, dia berhasil menggiring opini publik hingga terpumpun ke soal “pemberian obat penenang pada anak balita sebagai dampak 3 in 1”.   Ini isu yang menyerap emosi dan empati, sehingga publik setuju saja 3 in 1 dihapus.  Lupa mempertanyakan efektivitas, dampak negatif, dan siapa yang akan diuntungkan ERP. 

Pola-pola “sesat  pikir” seperti pada kasus 3 in 1  bisa diperiksa pada banyak gagasan dan kebijakan Gubernur Ahok.  Misalnya pada gagasannya terkait peredaran minuman keras, pelacuran, dan penggusuran Kalijodo.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun