Mereka tak “diperempuankan” atau “dilelakikan” oleh lingkungan sosialnya sebagaimana umumnya terjadi pada dua gender “utama”, perempuan dan lelaki. Karena itu, mereka membangun eksistensi sebagai “gender ketiga”.
Bagaimana proses pembentukan sosial LGBT itu sebagai “gender ketiga”, akan dibahas nanti dalam bagian kedua tulisan ini. Sementara, sampai di sini dulu.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!